Kepala bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono merespons viral video yang menyebut Matahari terbit dari utara di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Menurut Daryono fenomena alam itu merupakan fenomena alam gerak semu matahari (GSM) yang biasa terjadi setiap hari dan tahunan. Gerak semu matahari disebut Daryono merupakan mata pelajaran sekolah menengah pertama (SMP).
Ia pun tidak sependapat terkait penyebutan fenomena gerak semu matahari di Jeneponto sebagai tanda-tanda aneh dari Bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kok agak prihatin dgn viralnya kasus gerak semu matahari, padahal itu di pelajaran geografi saat smp sudah diajarkan?" cuit Daryono di akun Twitter pribadi miliknya, Jumat (18/6).
Sebelumnya, dalam rekaman video seorang warga yang mengarahkan kamera ke arah matahari menyebut pada pagi hari sekitar pukul 8 tampak Matahari terbit dari utara yang seharusnya di timur, Kamis (18/6).
Perekam juga menunjukkan lokasi masjid yang menurutnya merupakan petunjuk arah sebelah timur. Lalu ia menghubungkan kejadian itu dengan sebuah hadis yang menyebut salah satu tanda kiamat yaitu Matahari yang terbit dari barat.
Daryono menegaskan itu merupakan aktivitas matahari seperti biasa yag terjadi setiap hari, bulan dan tahun.
"Gerak semu matahari mrpkn fenomena alam biasa dmn kedudukan Mthr spt bergeser ke utara dan selatan yg tjd tiap tahun. Saat ini Matahari sdg bgeser ke utara, puncaknya di utara pd 21 Juni. Ini tjd krn pgerakan Bumi mengelilingi Mthr (revolusi Bumi) shg Mthr seolah terbit di utara," ucap Daryono.
Siswanto Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG menjelaskan peristiwa yang terjadi di Kabupaten Jeneponto terkait dengan gerak semu tahunan matahari (GSTM).
Terdapat dua jenis gerak semu Matahari, yakni GSM tahunan dan harian. Gerak semu tahunan Matahari menyebabkan pergantian musim seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sementara gerak semu harian Matahari (GSHM) mengakibatkan adanya pergantian siang dan malam di planet Bumi.
Pergerakan ini dikatakan semu sebab bagi pengamat di Bumi yang tampak bergerak adalah Matahari. Padahal kenyataannya, "pergerakan" Matahari yang nampak oleh pengamat di Bumi terjadi akibat gerak Bumi terhadap Matahari. Gerak rotasi Bumi menyebabkan GSM harian, sementara revolusi Bumi menyebabkan GSM tahunan.
GSTM membuat Matahari tidak selalu tepat terbit di arah timur, tapi seolah-olah terbit semakin ke utara atau ke selatan tergantung bulan tertentu.
Lebih lanjut, Siswanto menjelaskan GSTM sendiri disebabkan revolusi bumi, yaitu gerak putar bumi pada orbitnya mengelilingi Matahari. Namun, poros Bumi ketika mengelilingi Matahari tidak tegak lurus, melainkan miring 23,5 derajat.
Sehingga, menyebabkan gerak semu seolah-olah Matahari bergerak lebih ke utara atau selatan, terutama jika diamati dari khatulistiwa seperti dari kawasan Indonesia.
"Pada 22 Desember-21 Juni matahari seolah-olah bergeser ke belahan Bumi utara dan pada 22 Juni-21 Desember matahari seolah bergerak ke arah belahan Bumi selatan. Ini juga yang menyebabkan kadang-kadang seolah-olah Matahari terbit seperti dari arah agak utara atau selatan," tulisnya saat dihubungi, Jumat (18/6) pagi.
(mik)