Ketika ia kembali ke Indonesia, Adi bertemu dengan pengusaha dalam negeri yakni Abu Rizal Bakrie (ARB). Bersama ARB ia memulai membangun usaha.
Sebelumnya ia mengaku sangat awam dalam bidang kewirausahaan. Yang ada dipikirannya hanyalah teknis dan bagaimana memecahkan masalah di bidang engineering. Lalu akhirnya perlahan ia dalami mulai dari untung rugi, keungan, dan sekelumit ilmu di bidang bisnis.
Usai 6 bulan ada di tanah air, ia mengaku sangat tertantang dengan berbagai keterbatasan dalam mengembangkan usaha. Adi mengatakan dirinya hanya menerima pendapatan yang tidak lebih dari gajinya saat bekerja di AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah 6 bulan saya bilang, seru nih di Indonesia walaupun gajinya lebih sedikit dan segala macam, tapi tantangannya banyak," ujar Adi.
Pada saat dirinya pulang, yang kesempatan kerja dengan keahlian di bidangnya hanya tersedia di Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) dan Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel). Namun ia tetap bersikukuh untuk mengembangkan perusahaan yang berbasis di bidang satelit.
Dalam mengembangkan usaha di dalam negeri, ia bermodal nekat dan beberapa pengalaman dari orang yang Adi temui saat masih di AS.
Adi mengatakan dalam hidupnya kerap menemui orang yang akhirnya mempengarui ia dalam berfikir. Ia mengisahkan, saat masih muda bertemu dengan orang tua berpengalaman yang menceritakan bagaimana membangun usaha setelah perang dunia ke dua berakhir.
Ada satu pesan yang digarisbawahi dari beberapa orang yang ia temui. Adi kukuh pada pendapat bahwa 'Good engineer itu menyelesaikan masalah teknis dengan biaya semurah mungkin,'.
Akhirnya pada 2 Juli 1991 ia bertemu ahli satelit yang juga akademisi di Institut Teknologi Bandung (ITB),Iskandar Alisyahbana, dan mengembangkan perusahaan satelit pertama di dalam negeri, yaitu Pasifik Satelit Nusantara. Kini Adi menjabat menjadi Presiden Direktur di perusahaan itu.
Pada awalnya PSN didirikan dengan tujuan mengaktifkan kembali satelit Palapa B1 yang telah berakhir umur layannya dengan menggunakan teknik inclined-orbit. Pemerintah Indonesia mengizinkan PSN untuk membeli dan mengambil alih satelit Palapa B1.
Lebih lanjut ia menceritakan tantangan Indonesia di bidang keantariksaan. Adi menilai ada beberapa poin yang harus dipahami oleh para saintis, yakni menerjemahkan dan membuat program yang mudah dimengerti oleh pimpinan, agar sains dan teknologi memiliki kiprah secara ekonomis.
Saat ini ia mengaku senang melihat geliat anak muda Indonesia menciptakan perusahaan rintisan di bidang teknologi, seperti GoJek dan Tokopedia.
Hal itu disebutnya merupakan siasat dalam mendobrak tata cara lama, yang biasanya perusahaan rintisan teknologi dikembangkan oleh pemerintah atau perusahaan di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Zaman saya itu hampir tidak mungkin [mendobrak tata cara itu], semua urusan diurus oleh pemerintah atau BUMN. Jadi untuk bikin satu usaha teknologi itu hampir ga bisa," ujarnya.
Di samping itu ia meilai pengembangan roket di Indonesia sudah mandeg sejak tahun 60-an. Pada masa itu, seluruh pengembangan kedirgantaraan diambil alih oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan perusahaan BUMN PT. Dirgantara.
Menurutnya, pengembangan teknologi yang bisa dikembangkan di Indonesia memiliki banyak peluang. Namun tidak melulu di bidang keantariksaan. Maka dari itu antariksa saat ini tidak terlalu banyak perhatiannya.
Lebih lanjut Adi menilai saat ini seharunsya kita melihat bahwa ruang angkasa bukanlah suatu kemewahan, melainkan suatu kemudahan. Terlebih saat ini sudah dibuktikan dengan beragam satelit yang dijual dengan harga murah.
"Kita secara menyeluruh harus melihat bahwa ruang angkasa itu bukan suatu kemewahan, malah suatu kemudahan. Apalagi dengan harga satelit yang murah," tuturnya.