Jakarta, CNN Indonesia --
Ahli menyebut sejumlah efek akibat rotasi Bumi melambat dari waktu ke waktu sejak Bumi terbentuk 4,5 miliar tahun lalu.
Akibatnya, panjang satu hari di Bumi semakin lama. Berdasarkan catatan fosil, 1,4 miliar tahun lalu satu hari di Bumi hanya 18 jam. Sementara 70 juta tahun lalu panjang hari di Bumi hanya 1,5 jam lebih pendek dari saat ini.
Bukti-bukti menunjukkan satu hari di Bumi bertambah 1,8 milisekon dalam 100 tahun. Sehingga, perlambatan rotasi yang berlangsung perlahan ini tidak terasa bagi manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehingga, digunakan jam atom untuk menghitung waktu lebih akurat, tidak terpengaruh oleh rotasi Bumi. Jam atom menunjukkan satu hari di Bumi telah bertambah 1,7 milisekon dibanding 100 tahun lalu.
Meski demikian, menurut Nasal Observatory Amerika Serikat yang melakukan pengamatan sejak 1973 hingga 2008, perlambatan rotasi Bumi tidak konstan.
Perubahan rotasi bervariasi antara 4 milisekon hingga minus 1 milisekon. Bahkan, angka negatif menunjukkan rotasi Bumi berputar makin cepat.
Berikut sejumlah efek perlambatan rotasi Bumi:
1. Ledakan jumlah oksigen di atmosfer
Peneliti menemukan efek perlambatan rotasi Bumi berkaitan dengan penambahan kadar oksigen di atmosfer 2,4 miliar tahun lalu.
Ahli mikrobiologi Gregory Dick dari Universitas Michigan menjelaskan Hal ini terjadi karena dengan siang hari yang lebih panjang, maka mahkluk berklorofil bisa memproduksi lebih banyak oksigen, khususnya alga hijau-biru (atau cyanobacteria).
Akibat lonjakan alga hijau-biru, terjadilah Peristiwa Oksidasi Hebat. Kehadiran mereka membuat atmosfer Bumi mengalami peningkatan oksigen luar biasa. Sebab, tanpa oksigen yang cukup kehidupan di Bumi tak mungkin muncul.
2. Makin sering gempa besar
Para ilmuwan memprediksi bahwa pada 2018, aktivitas seismik Bumi dengan gempa bumi bermagnitudo besar akan makin sering terjadi.
Peningkatan ini akan terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Peningkatan frekuensi guncangan sendiri diyakini terjadi karena perubahan kecepatan rotasi Bumi.
Hubungan erat antara meningkatnya magnitude guncangan dan aktivitas seismik Bumi dengan kecepatan rotasi Bumi diteliti oleh Roger Bilham of the University of Colorado dan Rebecca Bendick of the University of Montana.
Kedua ilmuwan telah merekam seluruh gempa bumi dengan magnitude 7 Skala Richter atau lebih besar sejak 1900. Mereka menemukan bahwa gempa lebih sering terjadi ketika kecepatan rotasi Bumi berubah.
Mereka juga menemukan bahwa rotasi Bumi melambat signifikan secara periodik dalam lima tahun sekali selama satu setengah abad terakhir. Pada periode tersebut frekuensi gempa Bumi meningkat lebih sering dan dahsyat.
Sayangnya, sulit untuk memprediksi di mana gempa hebat akan terjadi. Kendati demikian, Bilham mengatakan bahwa mereka menemukan sebagian besar gempa bumi hebat akan terjadi di dekat khatulistiwa.
Namun, sejumlah ahli menentang hasil penelitian ini dan menyebut perlu pengujian tambahan untuk mencapai kesimpulan.
3. Terjadi lompatan detik pada 2015
Pada 1 Juli 2015 terjadi peristiwa lompatan detik terdapat penambahan 1 detik dari waktu satu hari yang seharusnya 23 jam 59 menit 59 detik menjadi 23 jam 59 menit dan 60 detik.
Sejak awal tahun 2015, Badan Sistem Referensi dan Rotasi Bumi Internasional (International Earth Rotation and Reference Systems Service/IERS) sudah mengumumkan bahwa tahun ini akan memiliki waktu 1 detik lebih lama dari 2014.
Untuk mendapatkan waktu yang sesuai dengan gerakan Bumi, maka satu detik ekstra ditambahkan secara berkala pada Universal Time Coordinated (UTC) sebagai patokan standar waktu dunia.
Terakhir, lompatan detik terjadi pada 31 Desember 2016. Biasanya lompatan detik terjadi setiap akhir Juni atau Desember.
Sejak 1972, lompatan detik telah ditambahkan sebanyak 27 kali seperti dilaporkan Earth Sky.