Peneliti Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adrin Tohari menyebut bahwa gempa bumi dan tsunami merupakan bencana alam yang paling banyak memakan korban jiwa. Selain itu pusat gempa di Selatan Jawa merupakan titik paling rawan tsunami.
"Jumlah korban paling banyak itu berasal dari bencana gempa bumi dan tsunami. Dari tahun 2000 hingga 2020 hampir 90 persen korban jiwa itu akibat gempa dan tsunami," kata Adrin dalam webinar Riset dan Inovasi untuk Indonesia Tangguh Bencana dari BRIN, Kamis (7/10).
Adrin mengatakan bahwa bencana alam merupakan hal yang umum terjadi setiap tahunnya dan mengalami peningkatan baik dari frekuensi atau korban jiwa. Sepanjang 2009 hingga 2019 itu range bencana meningkat. Kemudian hingga akhir September itu terjadi 3.700-an bencana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Andrin jumlah bencana alam yang paling mendominasi di Indonesia adalah yang terkait dengan hidrometeorologi karena iklim dan cuaca merupakan sesuatu yang dapat berubah setiap saat.
Meski paling mendominasi, bencana yang terkait dengan hidrometeorologi memiliki dampak korban jiwa sebesar gempa dan tsunami.
"Dari data ini kita bisa mengetahui kejadian apa yang sering terjadi memiliki impact yang sangat rendah. Seperti banjir, tanah longsor, gelombang tinggi, puting beliung, erupsi gunung api, kemudian lahar. Sedangkan bencana yang memiliki frekuensi yang rendah menghasilkan impact yang sangat besar yaitu gempa bumi dan tsunami," ujar Adrin.
Lebih lanjut, Adrin menjelaskan bahwa sumber gempa Bumi paling besar di Indonesia berada di bagian barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa dan di daerah tumbukan lempeng di Indonesia bagian timur.
"Dan kalau kita perhatikan di barat Pulau Sumatera dan di selatan Pulau Jawa itu cenderung mempunyai kedalaman hiposenter yang sangat dangkal yaitu antara 0 sampai dengan 100 dan ini yang cenderug akan menghasilkan ancaman susulan berupa tsunami," kata Adrin.
Sedangkan untuk sumber gempa yang ada di utara Pulau Jawa maupun Pulau Nusa Tenggara itu mempunyai kedalaman hiposentrum yang sangat dalam.
"Kalau kita bisa melihat kejadian gempa yang besar itu pernah terjadi pada tahun 2004 yang menyebabkan tsunami itu magnitude 9,2; dan juga ada gempa besar juga yang skalanya 8,5 itu gempa interplate, berada ratusan kilometer dari sebelah barat Pulau Sumatera terjadi tahun 2012," imbuh Adrin.
Pusat riset geoteknologi sudah melakukan penelitian cukup lama meneliti gempa Bumi. Andrin mengatakan pihaknya memantau pergerakan lempeng kerak bumi untuk mengenali bagaimana karakteristik dari gerakan lempeng dari sebelah barat Pulau Sumatera yakni di zona subduksi itu yang bisa menghasilkan gempa di sekitar Pulau tersebut.