Peneliti China mengungkap kekhawatiran terkait makin tipisnya gletser es di dataran tinggi Tibet akibat sejumlah faktor, di antaranya peningkatan suhu Bumi.
Dataran tinggi Tibet dan pegunungan di sekitarnya kerap disebut peneliti sebagai 'Kutub Ketiga.' Hal tersebut dikarenakan lanskap dataran tinggi tersebut menjadi salah satu tempat cadangan air terbesar setelah wilayah Kutub. Air di dataran tinggi Tibet tersimpan dalam puluhan ribu gletser di wilayah tersebut.
Namun peneliti mengatakan telah terjadi sejumlah perubahan pada wilayah dataran tinggi Tibet karena peningkatan suhu, percepatan es mencair, dan juga limpahan air lelehan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dataran tinggi Tibet juga dikenal sebagai 'menara air asia' karena menampung gletser melimpah yang penting bagi siklus air dan sumber daya air di kawasan hilir, seperti dilansir CGTN.
Dilansir dari laman resmi Badan Antariksa dan Penerbangan Amerika Serikat (NASA), gambar pada wilayah danau sebelah barat Pegunungan Tanggula menunjukkan perubahan yang menyatakan gletser telah berkurang.
Pada gambar ditunjukkan perbandingan dua danau terbesar di wilayah tersebut, Chibzhang Co and Dorsoidong Co pada Oktober 1987 dan Oktober 2021.
Hasil perbandingan menunjukkan kedua danau tersebut tumbuh lebih besar dari waktu ke waktu dengan gletser gunung yang semakin tipis dan wilayahnya semakin kecil.
Kedua danau merupakan penampung air lelehan dari gletser. Air lelehan Dorsoidong Co berasal dari gletser di pegunungan sebelah barat, sedangkan Chibzhang Co berasal dari gletser di sebelah timur.
![]() |
![]() |
Pada 1987, kedua danau tersebut memiliki perbedaan warna dan dipisahkan oleh sebuah daratan kecil. Namun pada pertengahan 2000-an kedua danau tersebut bergabung karena peningkatan muka air yang menenggelamkan daratan tersebut.
Menurut salah satu peneliti yang menganalisis pencitraan satelit selama beberapa dekade ke belakang, area pada danau tumbuh 23 persen sejak 1976 hingga 2017. Kemudian pengamatan dengan radar satelit altimeter juga menunjukkan bahwa danau menjadi lebih dalam dari waktu ke waktu.
Selain itu, data dari Global Water Monitor NASA menunjukkan kedalaman saluran yang menghubungkan kedua danau tersebut juga meningkat sekitar delapan meter antara 1990 hingga 2021.
Lebih lanjut, banyak faktor lain yang juga menjadi penyebab berubahnya ukuran dan kedalaman danau di wilayah tersebut, di antaranya curah hujan tahunan, tingkat evaporasi, dan jumlah lelehan yang turun dari gletser dan permafrost yang terjadi selama musim panas.
Chibzhang Co and Dorsoidong Co mendapatkan sumber air dari curah hujan dan juga lelehan gletser, namun beberapa danau kecil di sebelah barat daya (termasuk Khongnam Tso) mendapat sebagian besar airnya dari curah hujan.
Melalui analisis data satelit selama beberapa dekade pada kedua jenis danau tersebut, peneliti menemukan muka air lebih stabil pada danau yang menerima air lelehan gletser.
Meski begitu, faktanya sekitar setengah dari peningkatan muka air pada Chibzhang Co and Dorsoidong Co merupakan hasil dari lelehan gletser.
Selain kedua danau tersebut, ada beberapa danau lain yang menjadi lebih besar di dataran tinggi Tibet. Pada penelitian lain, peneliti menggunaan pencitraan satelit untuk membandingkan jumlah danau di dataran tinggi Tibet dan area yang tertutup oleh danau pada 1977 dan 2014.
Pada penelitian ini, peneliti menemukan jumlah danau meningkat sebanyak 235 dan area yang ditutupinya meningkat 18 persen.
Kemudian pada data analisis terbaru dari data altimeter ICESat ditemukan bahwa kedalaman 58 dari 62 danau menunjukkan pertumbuhan cepat pada 2003 hingga 2018 dengan rata-rata 0,3 meter pertahun.
(lnn/eks)