Pulau Kemaro, Kampung Pemburu Harta Karun Sungai Musi

CNN Indonesia
Minggu, 31 Okt 2021 08:05 WIB
Badarudin, salah seorang pemburu harta karun di Sungai Musi yang tengah bersiap menyelam. (dok. CNNIndonesia.com/ Hafidz Trijatnika
Jakarta, CNN Indonesia --

Napas Budiman tersengal-sengal saat muncul ke permukaan air. Melepas masker oksigen yang menutupi seluruh wajahnya, tangan Budiman yang terulur disambut Badarudin yang menunggu di atas kapal.

Dari saku celananya menyembul barang-barang temuan dari dasar sungai. Pecahan keramik dikeluarkannya. Dari belakang celananya, Budiman mengeluarkan satu barang unik: benda tajam berbahan logam menyerupai mata tombak sepanjang 30 sentimeter dengan patahan kayu di pangkalnya.

Mata tombak itu benda paling menarik yang ditemukan oleh Budiman selama dua jam menyelam di Sungai Musi hari itu. Sisanya pecahan keramik, yang bisa dijual murah di Pasar Mingguan Cinde. Setengah hari itu, rombongan lima orang pemburu harta karun asal Pulau Kemaro ini belum mendapatkan emas.

Pulau Para Pemburu Harta

Pulau Kemaro merupakan delta kecil yang terletak di timur laut pusat Kota Palembang, ibukota provinsi Sumatera Selatan. Luasnya hanya 79 hektar, pemukiman yang hanya ada di pesisir pulau berisi seratusan rumah tinggal. Sisanya merupakan kawasan wisata tempat Pagoda berlantai, makam putri Sriwijaya, Klenteng Hok Tjing Rio, Kuil Buddha, dan kawasan yang paling luas sawah padi rawa.

Geliat para penyelam Sungai Musi tidak terlepas dari aktivitas mencari balok kayu dan besi bekas di dasar sungai yang terjatuh dari kapal pengangkut barang sejak tahun 1970-an. Sejak dahulu pun barang-barang kuno sudah mulai ditemukan. Warga zaman dulu tidak mengetahui nilainya sehingga tidak banyak dikoleksi atau dijual kembali.

Namun sejak balok kayu dan besi bekas semakin sulit didapatkan, warga pun mulai mengetahui bahwa barang kuno tersebut bisa dijual mahal, ditambah semakin banyak orang yang ingin membeli barang tersebut, lama kelamaan fokus penyelaman mereka berganti menjadi pemburu harta karun.

Budiman, penyelam pemburu harta karun mengangkat pecahan keramik yang didapatnya dari dasar Sungai Musi. (dok. CNNIndonesia.com/ Hafidz Trijatnika

Kini, hampir seluruh warga Pulau Kemaro berprofesi sebagai pemburu harta karun. Hanya warga lansia yang berusia lebih dari 60 tahun yang tak lagi aktif sebagai penyelam, hanya bertani dan penyedia jasa transportasi penyeberangan sungai.Sekitar 15 kapal asal Pulau Kemaro yang setiap harinya beroperasi mencari harta karun.

Salah satu warga lansia yang masih berprofesi sebagai pemburu harta adalah Hamid. Usianya 58 tahun, ikut dalam kapal milik Wisnu, salah satu pengepul dan cukong para pemburu harta. Hamid mengaku sudah melakoni profesi pemburu harta karun sejak 2009. Dulu, dirinya masih sanggup untuk menyelam hingga dua jam. Namun usia yang semakin tua memaksa dirinya hanya menjadi kru kapal dan mentor bagi para penyelam muda. Anak keenam Hamid, Budiman, bahkan menjadi penyelam pertama di tim ini.

"Memang yang berprofesi sebagai penyelam ini kebanyakan masih memiliki hubungan keluarga. Anak saya dua jadi penyelam, saya hanya membimbing dan membantu dari atas kapal saja kalau sekarang," kata Hamid.

Sedangkan Badarudin, penyelam kedua di tim ini masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Hamid. Dua generasi warga Pulau Kemaro yang sudah berprofesi sebagai penyelam sejak 1970, berhasil menggantungkan hidupnya dari mencari sisa-sisa peninggalan peradaban masa lalu.

Budiman sudah melakoni profesi penyelam Sungai Musi sejak empat tahun lalu. Bapak dua orang anak berusia 30 tahun ini memilih ikut dengan ayahnya mencari benda kuno agar dapur tetap mengepul.

Mata tombak ditemukan Budiman saat menyelam mencari harta karun Sungai Musi. (dok. CNNIndonesia.com/ Hafidz Trijatnika)

Budi mengaku harus menjaga kondisi tubuhnya tetap fit agar bisa menyelam setiap harinya. Berbekal minyak gosok yang membuat tubuh hangat, Budi bisa bertahan menyelam hingga dua jam. Sungai Musi dengan kedalaman 15-25 meter dijajalnya setiap hari. Hanya selang yang terhubung antara mesin kompresor dengan hidungnya yang mempertahankan nyawanya. SIsanya gelap. Air keruh Sungai Musi membuat lingkungan tempat bekerjanya tak terlihat.

Budi hanya bisa meraba menggunakan tangan agar bisa memvisualisasikan alam sekitarnya. Tak jarang kaki Budi terluka karena menginjak kerikil, batu, bahkan sampah di dasar sungai yang berserakan. Namun diantara sampah itu, dengan bantuan visualisasi imajinasinya, Budi mengantongi barang-barang yang dibawanya ke permukaan.

"Kalau lagi pilek nggak bisa. Di bawah sangat dingin. Kalau sedang fit saya bisa bertahan dua jam menyelam. Tidak tentu berapa jamnya. Kalau sudah tidak kuat dingin, saya raih tali yang terhubung ke kapal, taring selang tiga kali kasih kode untuk dimatikan mesinnya, dan saya naik ke atas kapal," kata Budi.

Jenis Temuan hingga Mahal Operasional Kapal


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :