Jakarta, CNN Indonesia --
Sederet fenomena antariksa terjadi di pekan kedua November 2021, di antaranya terjadi puncak hujan meteor Andromedid dan meteor Taurid Utara.
Pusat Riset Sains Antariksa (Pussainsa-LAPAN) menjelaskan sebagian fenomena antariksa yang terjadi bisa disaksikan di langit Indonesia tanpa bantuan pengindraan. Berikut fenomenanya:
1. Okultasi Venus oleh Bulan
Okultasi Venus merupakan fenomena astronomi ketika Venus terhalang oleh Bulan. Hal tersebut disebabkan adanya konfigurasi Venus, Bulan dan Bumi
yang membentuk garis lurus sehingga Venus terhalang oleh Bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puncak fenomena okultasi Venus kali ini terjadi pada 8 November 2021 pukul 12.21 WIB / 13.21 WITA / 14.21 WIT.
Fenomena hanya bisa disaksikan di Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, sebagian wilayah Tiongkok dan sebagian Rusia saja.
Indonesia terakhir kali mengalami okultasi Venus 2015 dan 2017 lalu, serta akan mengalami kembali pada 27 Mei 2022 dan 14 September 2026 mendatang.
Fenomena ini hanya dapat disaksikan melalui alat bantu, dikarenakan fenomena ini terjadi saat siang hari.
2. Konjungsi Bulan-Venus
Puncak fenomena konjungsi Bulan-Venus terjadi pada 8 November 2021 pukul 12.21 WIB / 13.21 WITA / 14.21 WIT dengan sudut pisah minimum 1,1 derajat.
Dengan demikian fenomena dapat disaksikan sejak awal senja bahari atau 25 menit setelah Matahari terbenam, dari arah barat-barat daya dekat konstelasi Sagitarius, dengan sudut pisah 2,7 derajat sampai 4,1 derajat selama 3 jam.
Kecerlangan Venus sebesar −4,63 sedangkan Bulan berfase Sabit Awal dengan iluminasi 17,4 persen sampai 18,4 persen.
3. Puncak Hujan Meteor Andromedid
Andromedid merupakan hujan meteor yang titik radiannya berada di dekat konstelasi Andromeda dan bersumber dari sisa debu komet 3D/Biela.
Fenomena ini pertama kali terlihat pada 6 Desember 1741 di kota St. Petersburg, Rusia. Intensitas terkuatnya dialami pada tahun 1798, 1825,
1830, 1838 dan 1847. Titik radian saat itu masih terletak di konstelasi Cassiopeia.
Saat komet Biela pecah di tahun 1846, Andromedid diketahui menghasilkan intensitas hingga ribuan meteor per jam pada 1872 dan 1885.
Setelah pecahnya komet Biela, titik radian bergeser dari Cassiopeia ke Andromeda.
Sejak abad ke-20, intensitas Andromedid hanya 3 meteor per jam saat di zenit, meskipun pernah tercatat hingga 30-50 per jam saat di zenit pada tahun 2008, 2011 dan 2013.
Andromedid aktif sejak 25 September hingga 6 Desember 2021, dengan intensitas maksimumnya terjadi pada 9 November pukul 08.45 WIB /
09.45 WITA / 10.45 WIT. Dapat sejak awal senja bahari hingga awal fajar astronomis atau 75 menit sebelum Matahari terbit, keesokan harinya dari arah timur laut hingga barat laut.
Ketinggian maksimum titik radian Andromedid di Indonesia antara 42 derajat sampai 59 derajat.Sehingga intensitas maksimumnya hanya 2 meteor per jam.
Meski demikian Andromedid akan sedikit terganggu oleh intensitas cahaya bulan sabut awal sejak awal senja bahari hingga pukul 22.30 waktu setempat.
Untuk menyaksikan secara langsung fenomena puncak meteor Andromedid, pastikan medan pandang bebas dari penghalang, polusi cahaya dan
awan saat mengamati hujan meteor ini.
LAPAN menyebut untuk menyaksikan fenomena ini tak perlu menggunakan alat bantu apapun.
"Tidak perlu menggunakan alat bantu apapun kecuali jika ingin merekamnya, dapat menggunakan kamera all-sky dengan medan pandang 360° yang diarahkan ke zenit," tulis LAPAN.
Simak fenomena antariksa lainnya di halaman berikutnya..
4. Konjungsi Kuartet Bulan-Venus-Jupiter-Saturnus
Fenomena ini disebut juga Konjungsi Kuartet Bulan-Venus-Jupiter-Saturnus. Fenomena ini dapat disaksikan sejak awal senja bahari selama 3 jam dari arah selatan memanjang hingga barat-barat daya.
Keempat benda langit itu seluruhnya terbenam setelah tengah malam.
Magnitudo Jupiter sebesar −2,41, sedangkan magnitudo Venus dan Saturnus masing-masing sebesar −4,64 dan +0,66. Bulan berfase sabit awal dengan iluminasi antara 27,3 persen - 28,9 persen.
Bulan dan Venus terletak di dekat konstelasi Sagitarius, sedangkan Jupiter dan Saturnus terletak di dekat konstelasi Kaprikornus.
Keesokan harinya, Bulan meninggalkan Venus dan berkonjungsi tripel bersama dengan Jupiter dan Saturnus selama tiga hari.
5. Konjungsi Tripel Bulan-Jupiter-Saturnus
Fenomena ini berlangsung selama tiga hari sejak 10 hingga 12 November 2021, dan dapat disaksikan sejak awal senja bahari dari arah selatan hingga pukul 23.00 waktu setempat dari arah Barat-Barat Daya.
Magnitudo Jupiter bervariasi antara −2,61 hingga −2,59, sedangkan magnitudo Saturnus konstan sebesar +0,67.
Bulan berfase sabit awal hingga Benjol Awal Bulan Besar dengan iluminasi 38,2 persen sampai 61,5 persen. Mula-mula, Bulan berada di konstelasi Kaprikornus bersama-sama dengan Jupiter dan Saturnus selama dua hari.
6. Konjungsi Merkurius-Mars
Puncak konjungsi Merkurius-Mars terjadi pada tanggal 10 November 2021 pukul 19.57.25 WIB / 20.57.25 WITA / 21.57.25 WIT dengan sudut
pisah 0,97 derajat dan terletak di dekat konstelasi Virgo.
Mars dan Merkurius sudah terbit di arah timur-tenggara sejak pertengahan fajar bahari atau 35 menit sebelum Matahari terbit, dan berada di ufuk rendah, 25 menit sebelum Matahari terbit.
Dengan begitu Merkurius dan Mars cukup sulit disaksikan baik menggunakan ataupun tanpa alat bantu. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 29 Oktober 2023 dan 20 Oktober 2025.
7. Fase Bulan Perbani Awal
Fase perbani awal adalah salah satu fase Bulan ketika konfigurasi antara Matahari, Bumi dan Bulan membentuk sudut siku-siku dan terjadi
sebelum fase Bulan purnama.
Puncak fase perbani awal terjadi pada pukul 19.46.01 WIB / 20.46.01 WITA / 21.46.01 WIT.
Bulan perbani awal ini sudah dapat disaksikan sejak terbit saat tengah hari dari arah Timur-Tenggara, transit di arah Selatan setelah terbenam Matahari dan kemudian terbenam di arah Barat-Barat Daya setelah tengah malam.
Bulan saat itu berjarak 379.201 dari Bumi, saat puncak fase perbani awal dan berada di sekitar konstelasi Kaprikornus.
8. Puncak Hujan Meteor Taurid Utara
Hujan Meteor Taurid Utara adalah hujan meteor yang titik asal munculnya meteornya berada di konstelasi Taurus bagian utara dekat gugus Pleiades.
Hujan meteor ini aktif sejak 25 September hingga 25 November, dengan intensitas maksimum terjadi pada 13 November pukul 07.25 WIB / 08.25 WITA / 09.25 WIT.
Hujan Meteor Taurid Utara berasal dari sisa debu asteroid 2004 TG10 yang mengorbit Matahari, dengan periode 3,3 tahun sebagaimana komet Encke yang merupakan objek induk hujan meteor Taurid Selatan.
Pemisahan hujan meteor Taurid menjadi Taurid Utara dan Selatan disebabkan adanya perturbasi atau perubahan interaksi gravitasi khususnya pada planet Jupiter.
Hujan Meteor Taurid Utara dapat disaksikan sejak pukul 18.30 waktu setempat pada malam sebelumnya (12 November) dari arah timur-timur laut
hingga pukul 04.30 waktu setempat keesokan paginya (13 November) dari arah barat-barat laut.
Intensitas hujan meteor ini berkisar 3-4 meteor per jam untuk wilayah Indonesia, hal itu lantaran ketinggian titik radian ketika transit bervariasi antara 57 derajat hingga 74 derajat.
Pastikan medan pandang bebas dari penghalang, polusi cahaya dan awan saat mengamati hujan meteor ini.
Namun untuk menyaksikannya tak perlu menggunakan alat bantu apapun kecuali jika ingin merekam. Untuk merekam fenomena hujan metror Taurid bisa menggunakan kamera all-sky dengan medan pandang 360 derajat, yang diarahkan ke zenit.