Jakarta, CNN Indonesia --
Sederet spesies hewan baru ditemukan dari berbagai belahan dunia sepanjang 2021. Beberapa di antaranya berasal dari wilayah Indonesia, tepatnya Sulawesi Tengah.
Beberapa spesies benar-benar baru dan belum pernah dipelajari oleh para ilmuwan sebelumnya, namun di antaranya merupakan spesies dan subspesies.
Ahli paleontologi atau ilmuwan yang mempelajari spesies punah dari zaman yang berbeda juga menjelaskan spesies baru yang telah mereka pelajari dari tulang, fosil, damar, dan bahkan kotoran fosil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut merupakan sederet spesies yang ditemukan sepanjang tahun ini, laba-laba yang mengesankan di Papua Nugini dengan nama Greta Thunberg, hingga bunglon kecil di Madagaskar.
Sekumpulan spesies baru ini dirangkum oleh Discovery Wildlife, sebagai berikut:
1. Katak Pohon (Litoria quiritatus) - Australia
Katak pohon adalah spesies katak yang akrab bagi banyak penduduk Australia timur.
Namun, rupanya spesies tersebut sebenarnya terdiri dari tiga spesies yang berbeda, dengan dua spesies yang baru dalam ilmu pengetahuan yaitu katak L. quiritatus dan katak pohon L. balatus.
Nama spesies 'quiritatus' berasal dari kata kerja Latin 'quirito' yang berarti jeritan.
2. Semut Serasah Daun (Strumigenys collinsae) - Amerika Serikat
Semut ini adalah salah satu dari enam spesies baru semut Strumigenys yang dijelaskan dalam makalah yang mengulas genus di Amerika Utara bagian barat.
Holotipe untuk S. collinsae ditemukan di Colorado, dan pada awalnya diidentifikasi sebagai S. ohioensis oleh kolektor.
Temuan ini merupakan bagian koleksi di Field Museum of Natural History di Chicago, yang sedang diteliti ulang untuk penelitian.
Nama spesies 'collinsae' disematkan untuk menghormati ahli entomologi dan advokat hak-hak sipil Dr Margaret S. Collins, yang membantu mengubah hambatan yang dia hadapi menjadi panutan bagi banyak orang, termasuk ilmuwan muda Maisha Lucas yang membantu mendeskripsikan spesies baru dan menyarankan nama ini.
3. Ular Kukri (Oligodon churahensis) - India
Seperti yang banyak orang lakukan pada pandemi Covid-19, mahasiswa pascasarjana Virendar Bhardwaj menghabiskan waktu menjelajahi daerah setempat dan memotret satwa liar yang ia temukan di halaman belakang rumahnya.
Salah satunya adalah seekor ular yang ditemukannya pada Juni 2020, dan dia mengunggah fotonya ke Instagram pribadinya.
Ia memberinya label sebagai kukri, yaitu sejenis ular yang dinamai belati Nepal karena giginya yang melengkung.
Postingan Instagram-nya menarik perhatian ilmuwan Zeeshan Mirza di Pusat Nasional Ilmu Biologi India, yang berpikir bahwa temuan itu terlihat sedikit berbeda dengan spesies kukri yang dikenal.
Ilmuwan itu lebih lanjut melakukan analisismorfologi dan genetik dari jantan dan betina dari spesies ini. Seekor ular yang akrab bagi penduduk setempat, mengungkapkan bahwa itu sebenarnya adalah spesies yang tidak dapat dideskripsikan oleh sains.
Kurangnya jenis gigi tertentu menunjukkan kepada peneliti bahwa makanannya kemungkinan besar terdiri dari telur.
Nama spesifik 'churahensis' berasal dari Lembah Churah di Himalaya Barat, tempat Bhardwaj menemukan spesies tersebut. Diperkirakan ada lebih banyak spesies yang belum terdefinisikan di wilayah tersebut.
Lanjut ke halaman berikutnya..
4. Gurita Bintang (Octopus djinda) - Australia
Octopus djinda adalah spesies gurita baru dalam kelompok global O. vulgaris. Sampai saat ini, diyakini bahwa O. vulgaris ditemukan di seluruh dunia, tetapi taksonomi telah menemukan sejumlah spesies samar yang terpisah dalam kelompok tersebut.
Makalah tersebut didasarkan pada pekerjaan genetik sebelumnya yang menunjukkan perbedaan antara populasi gurita suram (O. tetricus) tidak tumpang tindih, juga dikenal sebagai gurita Sydney biasa.
O. tetricus sebelumnya diperkirakan ditemukan di pantai timur dan barat Australia, dan diyakini bahwa populasinya mempertahankan konektivitas melalui penyebaran larva pada arus laut.
Nama spesies dipilih baik nama Inggris umum dan nama ilmiah berasal dari bahasa penduduk asli Nyoongar, dengan 'djinda' yang berarti 'bintang'.
5. Cacing Bulu Kuda (Acutogordius olivetti) - Peru
Terjepitnya jangkrik semak secara tidak sengaja di perangkap cahaya Mercury Vapor, menghasilkan spesies cacing bulu kuda yang baru dideskripsikan untuk Peru.
Begitu cacing tersebut merasakan bahwa inang jangkrik semaknya sudah mati, ia keluar dari tubuh lalu dikumpulkan dalam sebuah tabung oleh para peneliti. Cacing ini berukuran panjang 165 mm dan diameter 0,95 mm.
Ekspedisi sains para ilmuwan lainnya direncanakan lebih lanjut, lantaran diyakini ada sejumlah spesies yang belum terdefinisikan di daerah tersebut.
Nama spesifik spesies ini berasal dari sungai setempat, Olivetti, yang dekat dengan tempat ditemukannya jangkrik dan cacing.
6. Paus Paruh Ramari (Mesoplodon eueu) - Belahan Bumi Selatan
Berbagai ilmu pengetahuan digabungkan untuk memastikan bahwa paus paruh yang ditemukan di belahan bumi selatan. Paus itu adalah spesies yang berbeda dari paus paruh True yang ditemukan di Atlantik Utara, sehingga total spesies paus paruh menjadi 24.
Hampir satu dekade yang lalu, seekor paus berparuh betina mati, ditemukan terdampar oleh iwi (suku) lokal Ngāti Māhaki, di pantai barat Te Waipounamu (Pulau Selatan), Aotearoa Selandia Baru.
Individu tersebut merupakan betina, berukuran panjang lima meter dan dalam kondisi hamil. Peneliti Selandia Baru memeriksanya dan, dengan kolaborasi ilmuwan internasional, menemukan bahwa dia secara morfologis memiliki genetik berbeda dengan paus berparuh True.
Dikombinasikan dengan spesimen dari Afrika Selatan, paus berparuh Ramari digambarkan sebagai spesies yang terpisah.
Baik nama umum maupun nama ilmiah dari paus tersebut, diambil dari komunitas adat di Afrika Selatan dan Aotearoa Selandia Baru.
7. Kumbang Tak Terbang (Trigonopterus ewok) - Sulawesi
Jumlah spesies Trigonopterus merupakan genus kumbang yang tidak bisa terbang yang ditemukan di kepulauan Indo-Australia-Melanesia. Temuan spesies itu meningkat secara dramatis pada akhir Oktober 2021.
Setidaknya terdapat 28 spesies baru yang mengesankan. Temuan terbanyak ada di Sulawesi Tengah dan sebagian besar dikumpulkan hanya dalam dua kunjungan lapangan oleh Raden Pramesa Narakusumo, penulis utama makalah dan kurator kumbang di Museum Zoologicum Bogoriense.
Ia bekerja sama dengan Alexander Riedel dari Museum Sejarah Alam Karlsruhe, seorang ahli dalam genus ini yang melakukan perjalanan penelitiannya ke Papua Nugini namun dibatalkan karena pandemi, sehingga mempelajari spesimen-spesimen ini sebagai gantinya.
Nama spesifik untuk spesies ini berasal dari berbagai sumber termasuk 'ewok' karakter di Star Wars,'gundula' dan 'unyil' karakter film Indonesia, dan bahkan 'corona' untuk mencerminkan dampak pandemi pada proyek ini.
8. Kumbang Harimau (Eunota mecocheila ) - Meksiko
Spesies kumbang harimau berwarna indah sejauh ini hanya ditemukan di parit berlumpur dan asin. Sebanyak 18 spesimen dikumpulkan pada tahun 1992 dan 1994, dan sejak itu disimpan di museum dan koleksi pribadi.
Sedikit yang diketahui tentang distribusi spesies ini, karena dikumpulkan dari dua lokasi di negara bagian Coahuila di Meksiko utara.
Nama ilmiah spesies 'mecocheila' berasal dari labrumnya, area kutikula yang rata yang lebih memanjang daripada spesies serupa. Kata ini berasal dari bahasa Yunani di mana 'meco-' berarti panjang dan '-cheila' berarti bibir.
9. Anggrek permata (Corybas papillatus) - Thailand
Berukuran hanya beberapa sentimeter, anggrek permata kecil ini ditemukan di dekat puncak Gunung Khao Luang di Taman Nasional Khao Luang di Thailand selatan. Spesies ini merupakan spesies ketiga dari genus Corybas yang dideskripsikan dari negara tersebut.
Staf dari Bangkok Forestry Herbarium melihat anggrek permata yang tumbuh di antara lumut pada ketinggian sekitar 1.700 meter di atas permukaan laut, dan mencatat bahwa ia memiliki kombinasi karakter unik yang tidak cocok dengan spesies Corybas lain yang diketahui.
Analisis lebih lanjut menegaskan bahwa itu adalah spesies baru dalam ilmu pengetahuan, dan nama spesifik 'papilatus' mengacu pada papila di salah satu sepal.
10. Nujian pit viper (Gloydius lipipengi) - China
Ini adalah salah satu dari dua spesies baru ular berbisa yang telah dideskripsikan oleh para peneliti, yang mempelajari filogeni molekuler ular berbisa di Asia. Spesies ini meningkatkan jumlah spesies dalam genus Gloydius menjadi 23.
Nama ilmiah spesies ini didedikasikan untuk Profesor Pi-Peng Li, seorang herpetologis profesional di Universitas Shenyang yang telah mempelajari keanekaragaman herpetologis di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet dan sebagai penulis utama makalah tersebut.
11. Ngengat Sphinx Wallace (Xanthopan praedicta) - Madagaskar
Serangga berjenis ngengat Sphinx Wallace ini memiliki belalai terpanjang di dunia dengan tinggi 28 sentimeter. Spesies ini dinamai Alfred Russell Wallace.
Kadang-kadang spesies ini dikenal sebagai ngengat Darwin, untuk Charles Darwin. Hal itu karena kedua pendiri teori evolusi sama-sama meramalkan bahwa ngengat seperti itu harus ada.
Pada tahun 1862, Darwin menerima anggrek Angraecum sesuipedale (sekarang disebut sebagai anggrek komet Darwin) dan berhipotesis bahwa ada ngengat berlidah panjang yang mampu menyerbuki.
Tidak lama kemudian, Alfred Wallace meramalkan bahwa ngengat ini akan menjadi anggota kelompok Spingidae dan kerabat dari spesies ngengat yang dikenal sebagai Sphinx Morgan (Xanthopan morganii).
Ngengat ini akhirnya ditemukan di Madagaskar lebih dari 30 tahun kemudian, dan dianggap sebagai subspesies Sphinx Morgan, dan diberi nama subspesies 'praedicta'.
Namun, ilmuwan morfologi dan genetik baru-baru ini telah membuktikan bahwa itu sebenarnya adalah spesies yang terpisah, dan sekarang telah dipromosikan ke peringkat spesies, menghilangkan 'morganii' dari nama ilmiahnya.
12. Lumut (Bryum bharatiense) - Antartika
Ahli biologi dari Central University of Punjab menemukan lumut ini selama ekspedisi enam bulan ke Antartika pada 2017, dan setelah lima tahun penelitian, telah dikonfirmasi bahwa itu adalah spesies yang sebelumnya tidak tercatat.
Ekspedisi tersebut adalah yang ke-36 oleh para ilmuwan India, dan Profesor Felix Bast menemukan spesies tersebut di Larsemann Hills, yang menghadap ke Samudra Selatan dan dekat dengan Bharati, salah satu stasiun penelitian Antartika di India.
Bharati adalah dewi Hindu, yang kadang dikenal sebagai Saraswati, dan merupakan dewi pengetahuan dan kebijaksanaan. Nama ilmiah spesies lumut baru ini juga merayakan dewi, dengan nama khusus 'bharatiense', menurut laporan Discover Wild Life.
Simak 12 spesies baru sepanjang 2021 lainnya di artikel bagian kedua.