Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah fenomena antariksa akan terjadi dan sebagian dapat disaksikan di Bumi sepanjang 2022. Jangan sampai terlewat, fenomena gerhana Bulan hingga hujan meteor terlihat di langit.
Terdapat beberapa fenomena yang menarik untuk disaksikan bagi sebagian pecinta astronomi. Berikut, sepuluh fenomena langit yang dirangkum Lembaga Penerbangan dan Antariksa LAPAN, BRIN.
Berikut 10 fenomena antariksa yang bakal terjadi sepanjang tahun 2022:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Puncak Hujan Meteor Qudarantid (4 Januari)
Peneliti di Pusat Riset Antariksa LAPAN, Andi Pangerang mengatakan Quadrantid merupakan fenomena hujan meteor yang titik radiantnya berasal dari konstelasi Quadrans Muralis. Fenomena itu terjadi pada Selasa (4/1).
Intensitas maksimum hujan meteor ini sebesar 200 meteor per jam. Sehingga, dengan ketinggian maksimum titik radian di Indonesia yang bervariasi antara 16,3 derajat di Pulau Rote, hingga 35,8 derajat di Pulau Sabang.
Namun, intensitasnya berkurang menjadi 56 meteor per jam di Pulau Rote hingga 117 meteor per jam di Pulau Sabang.
Hujan meteor Quadrantid dapat disaksikan dari arah Timur Laut sejak pukul 04.00 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit.
Quadrantid bersumber dari sisa debu asteroid 2003 EH1 dan komet C/1490 Y1. Kecepatan meteor pada Quadrantid mencapai 147.600 kilometer per jam.
Menurut Andy, untuk menyaksikanya dipastikan cuaca di tempat pengelihatan bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya.
Hal ini karena tutupan awan dan skala Bortle atau skala kecerlangan langit malam, berbanding terbalik dengan intensitas meteor. Semakin besar tutupan awan dan skala Bortle, semakin berkurang intensitas meteornya.
2. Puncak Konjungsi Mars-Saturnus (5 April)
Awal Ramadan 1443 Hijriah disambut oleh konjungsi Mars-Saturnus yang dapat disaksikan dari arah Timur saat bersantap sahur, pukul 03.00 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit.
Sudut pisah Mars-Saturnus bervariasi antara 19-20 menit busur atau sedikit lebih besar dari semidiameter Bulan.
Magnitudo Saturnus cenderung konstan sebesar +0,83 sedangkan magnitudo Saturnus bervariasi antara +1,05 hingga +0,99. Fenomena ini sebelumnya pernah terjadi pada 3 April 2018 dan 1 April 2020. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 11 April 2024 dan 20 April 2026. Gambar 2.
3. Konjungsi Kuintet Saturnus-Mars-Venus-Jupiter-Bulan (24 - 29 April)
Sepuluh hari terakhir Ramadan 1443 Hijriah ditutup dengan fenomena astronomis Konjungsi Kuintet, yakni lima benda langit yang tampak segaris secara visual sekaligus yaitu Saturnus, Mars, Venus, Jupiter, dan Bulan.
Fenomena ini dapat disaksikan sejak pukul 04.00 waktu setempat dari arah Timur memanjang hingga Tenggara, kecuali pada tanggal 29 April, baru dapat disaksikan sejak awal fajar astronomis atau 75 menit sebelum Matahari terbit.
Bulan memasuki fase Sabit Akhir dengan iluminasi 45,3 persen hingga 3,7 persen. Magnitudo Jupiter bervariasi antara −2,09 hingga −2,11. Magnitudo Venus bervariasi antara −4,16 hingga −4,12. Magnitudo Mars bervariasi antara +0,88 hingga +0,44. Sedangkan magnitudo Saturnus bervariasi antara +0,81 hingga +0,80.
Lanjut ke halaman berikutnya..
4. Puncak Konjungsi Venus-Jupiter (1 Mei)
Menjelang Idul Fitri 1443 Hijriah, Venus berkonjungsi dengan Jupiter dengan sudut pisah 14 menit busur. Fenomena ini dapat Sobat saksikan pada arah Timur saat bersantap sahur pukul 03.30 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit.
Magnitudo Venus cenderung konstan sebesar −4,11 sementara magnitudo Jupiter cenderung konstan sebesar −2,11 Fenomena ini sebelumnya pernah terjadi pada 25 November 2018 dan 12 Februari 2021.
Fenomena ini akan terjadi kembali pada 2 Maret 2023 dan 24 Mei 2024.
5. Okultasi Venus oleh Bulan (27 Mei)
Okultasi adalah peristiwa terhalangnya benda langit yang tampak lebih kecil oleh benda langit lain, yang tampak lebih besar jika diamati dari Bumi.
Hal ini terjadi karena konfigurasi ketiga benda langit membentuk garis lurus jika diamati dari pengamat tata surya.
Selain itu, benda langit yang tampak lebih kecil sebenarnya berada jauh di belakang benda langit lain yang jaraknya lebih dekat dengan Bumi. Secara global, Venus mengalami okultasi oleh Bulan pada tanggal 27 Mei sejak pukul 00.36 UT hingga 05.30 UT.
Di Indonesia, Bulan berfase Sabit Akhir dengan iluminasi antara 10,6 persen hingga 10,3 persen, ketika mengokultasi Venus.
Sebagian wilayah Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara dan sebaian propinsi Papua Barat mengalami Okultasi Venus pada pagi hari setelah Matahari terbit hingga siang hari, sehingga hanya bisa disaksikan menggunakan alat bantu.
Sedangkan, Okultasi Venus dapat disaksikan sebelum Matahari terbit untuk wilayah Madagaskar, Kep. Komoro dan Seychelles.
Fenomena ini pernah terjadi Indonesia pada 2011 dan 2017. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 14 September 2026 dan 27 Mei 2039.
6. Bulan Purnama Super (14-15 Juni dan 13-14 Juli)
Bulan Purnama Super atau Bulan Purnama Perige adalah fase Bulan Purnama yang terjadi beriringan ketika Bulan berada di titik terdekatnya dari Bumi atau disebut Perige. Bulan Purnama Super terjadi setiap tahun, setidaknya satu kali dalam setahun.
Puncak Bulan Purnama Super terjadi pada 14 Juni 2022 pukul 18.51.35 WIB / 19.51.35 WITA / 20.51.35 WIT dengan jarak 357.658 kilometer dan pada tanggal 14 Juli 2022 pukul 01.37.23 WIB / 02.37.23 WITA / 03.37.23 WIT dengan jarak 357.416 kilometer.
Bulan Purnama Super dapat disaksikan dari arah Tenggara hingga Barat Daya, sebelum Matahari terbenam hingga setelah Matahari terbit.
7. Okultasi Uranus oleh Bulan (25 Juni)
Secara global, Uranus mengalami okultasi oleh Bulan pada 24 Juni sejak pukul 19.57 UT hingga 00.33 UT. Di Indonesia, Bulan berfase Sabit Akhir dengan iluminasi antara 15,3 persen hingga 15,2 persen ketika mengokultasi Uranus.
Sebagian wilayah Indonesia seperti Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku Utara, dan Maluku mengalami Okultasi Uranus ketika fajar sebelum Matahari terbit.
Sedangkan propinsi Papua Barat dan Papua mengalami Okultasi Uranus ketika fajar sebelum Matahari terbit hingga setelah Matahari terbit. Selain itu, Uranus hanya dapat disaksikan menggunakan alat bantu peneropong bintang.
Durasi okultasi terlama terjadi di kota Manokwari selama 1 jam 19 menit 32 detik, sedangkan durasi okultasi tersingkat terjadi di kota Balikpapan selama 16 menit 47 detik sejak pukul 04.30.58.
Fenomena ini pernah melewati Indonesia dua kali tahun 2006. Ini akan terjadi kembali pada 8 April, 5 Mei dan 29 Juni 2030.
Lanjut ke halaman berikutnya..
8. Puncak Hujan Meteor Perseid (13-14 Agustus)
Perseid adalah fenomena hujan meteor yang titik radiannya berasal dari konstelasi Perseus. Intensitas maksimum hujan meteor ini adalah sebesar 100 meteor per jam.
Dengan ketinggian maksimum titik radian di Indonesia yang bervariasi antara 20,9 derajat hingga 37,8 derajat, intensitasnya berkurang menjadi 36 meteor per jam, hingga 61 meteor per jam.
Titik radian Perseid terbit dari arah Timur Laut antara pukul 23.00 malam sebelumnya hingga pukul 01.00 waktu setempat. Perseid dapat disaksikan hingga 25 menit sebelum Matahari terbit ketika titik radiannya berkulminasi di arah Utara.
Perseid bersumber dari sisa debu komet 109P/Swifts-Tuttle. Kecepatan meteor pada hujan meteor Perseid ini dapat mencapai 212.400 km per jam.
Perseid tetap dapat diamati tanpa alat bantu optik. Pastikan cuaca di lokasi pengelihatan cerah, bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya.
9. Gerhana Bulan Total (8 November)
Gerhana Bulan Total adalah fenomena astronomis ketika seluruh permukaan Bulan memasuki bayangan inti (umbra) Bumi.
Hal ini disebabkan oleh konfigurasi antara Bulan, Bumi dan Matahari membentuk sebuah garis lurus. Selain itu, Bulan berada di dekat titik simpul orbit Bulan, yakni perpotongan antara ekliptika dengan orbit Bulan.
Gerhana Bulan Total terjadi pada fase Bulan Purnama, akan tetapi tidak semua fase Bulan Purnama dapat mengalami Gerhana Bulan.
Orbit Bulan yang miring 5,1 derajat terhadap ekliptika dan waktu yang ditempuh Bulan untuk kembali ke simpul yang sama lebih pendek 2,2 hari dibandingkan dengan waktu yang ditempuh Bulan agar konfigurasinya dengan Bumi dan Matahari membentuk satu garis lurus.
Bulan tidak selalu berada di bidang ekliptika ketika Purnama berlangsung. Gerhana Bulan Total kali ini terjadi pada 8 November 2022 dengan durasi total selama 1 jam 24 menit 58 detik dan durasi umbral (sebagian + total) selama 3 jam 39 menit 50 detik.
Gerhana ini termasuk dalam gerhana ke-20 dari 72 gerhana dalam Seri Saros 136 (1680-2960). Saat Bulan memasuki umbra, warna umbra cenderung hitam.
10. Puncak Hujan Meteor Geminid (14-15 Desember)
Geminid merupakan fenomena hujan meteor yang titik radianya berasal dari konstelasi Gemini. Intensitas maksimum hujan meteor ini sebesar 120 meteor per jam. Sehingga, dengan ketinggian maksimum titik radian di Indonesia yang bervariasi antara Pulau Sabang hingga Rote intensitasnya berkurang.
Geminid bersumber dari sisa debu asteroid 3200 Phaethon. Kecepatan meteor pada Geminid dapat mencapai 126.000 km per jam.
Terdapat interferensi cahaya Bulan berfase Benjol Akhir yang terbit di arah Timur Laut saat titik radian Geminid berada di ketinggian 30 persen di arah yang sama, sehingga dapat mengganggu pengamatan Geminid.
Meskipun demikian, Geminid tetap dapat diamati tanpa alat bantu optik. Pastikan cuaca di tempat Sobat cerah, bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya untuk menyaksikan fenomena tersebut.