Kebebasan Informasi Diobok-obok Perang Rusia dan Ukraina

CNN Indonesia
Sabtu, 12 Mar 2022 09:40 WIB
Sanksi internet yang diberikan perusahaan teknologi raksasa untuk Rusia berpotensi menutup demokrasi informasi.
Ikea tutup di Rusia, warga serbu Toko. (REUTERS/REUTERS PHOTOGRAPHER)

Menutup demokrasi

Firman menilai jika perang terjadi antarnegara seperti contohnya Rusia dan Ukraina, kebenaran informasi menjadi korban pertama. Apabila kebebasan bermedia sosial dibatasi, maka nantinya informasi dan berita hanya bersumber dari perangkat pemerintah saja.

"Jadi dari luar mungkin mereka akan sulit mendapatkan informasi yang berimbang sehingga tidak tahu keadaan yang sebenarnya," tutur Firman.

Menurut Heru, media sosial dirancang agar masyarakat memberi pendapat yang berbeda dari pemerintah dan orang lain. Lalu ketika saluran demokrasi ini ditutup, akhirnya penguasalah yang berkuasa menentukan informasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika proses masyarakat enggak bisa berbicara dibatasi, akhirnya yang menguasai komunikasi yang memiliki kuasa atas negara tersebut," ujarnya.

Siap serangan siber

Belum usai soal sanksi perusahaan teknologi, perang siber juga marak terjadi saat momentum gesekan Rusia dan Ukraina makin memanas. Heru menilai dampak serangan ini bisa berakibat fatal jika menyasar fasilitas umum di Rusia.

Meski demikian, jika Rusia sudah mempersiapkan perang siber dari jauh-jauh hari, maka serangan yang berpotensi merugikan masyarakat di Rusia akan bisa teratasi.

Dihubungi terpisah, Pakar keamanan siber dari CISSReC, Pratama Persadha, menilai, Rusia dikenal sebagai negara dengan sistem keamanan digital sangat kuat.

Terlihat dalam beberapa kesempatan, Presiden Rusia Vladimir Putin masih menggunakan Windows XP yang dimodifikasi untuk keamanan Kremlin.

Hal ini dinilai Pratama menunjukkan tim keamanan siber Rusia sudah sangat waspada pada level cukup tinggi untuk mengantisipasi perang siber.

"Rusia termasuk yang punya kewaspadaan dan standar tinggi soal keamanan siber, itu kita tidak bisa bantah," ujar Pratama kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Rusia memiliki sumber daya manusia yang melahirkan sederet figur di dunia maya, seperti Pavel Durov pembuat aplikasi Telegram, hingga kelompok hacker yang disegani dunia, yaitu geng Ransomware Conti.

Kelompok itu disebut Pratama paling disegani, karena kerap berhasil meretas sistem keamanan, dan mengunggah bukti peretasannya.

"Bahkan dalam perang Ukraina-Rusia ini, grup conti secara terang-terangan memberikan peringatan pada semua pihak yang meretas sistem milik Rusia," ujarnya.

Dengan sederet barikade yang diberikan perusahaan teknologi kepada Rusia, kini tinggal dilihat mana yang akan menang. Apakah Rusia akan bertahan dengan pembatasan, atau masyarakatnya sendiri yang menuntut 'Stop War' kepada Putin, agar candu media sosial bisa terselamatkan.

(can/fea)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER