Beberapa perusahaan teknologi seperti Google, TikTok, dan Meta membatasi operasi dan penyediaan iklan di Rusia. Hal itu menyangkut invasi yang dilakukan Kremlin kepada Ukraina.
Rusia saat ini seolah diisolasi dari internet, namun sepertinya negara ini sudah melihat hal-hal seperti ini dari jauh hari sehingga diprediksi punya kekuatan untuk berdikari.
Media sosial saat ini sudah menjadi ekosistem vital di setiap negara. Baik itu untuk berkomunikasi, menjalankan bisnis, hingga sebagai bentuk demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar teknologi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan, sebetulnya pemberian sanksi dari sejumlah perusahaan teknologi berdampak pada perusahaan dan pengguna.
Dia mengatakan perusahaan teknologi yang hengkang atau membatasi operasi di Rusia tentunya juga menanggung kerugian karena tak banyak mendapatkan cuan dari pengguna di negara beruang merah itu.
"Ketika ada sanksi ada pemblokiran tentu berdampak pada perusahaan itu sendiri," ujar Heru kepada CNNIndonesia.com, lewat sambungan telepon, Kamis (10/3).
Jika diperhatikan, pengguna layanan media sosial di Rusia terbilang banyak. Menurut Heru, sebanyak 106 juta warga Rusia menggunakan Google, 63 juta penduduk menggunakan Instagram, 54 juta pengguna TikTok, 8,6 juta pengguna Facebook, dan 2,9 juta pengguna Twitter.
Bisa dibayangkan jika perusahaan itu hengkang dari Rusia dalam waktu lama, maka berapa besar kerugian yang harus ditanggung perusahaan teknologi.
Meski demikian, Heru menilai gerakan pembatasan perusahaan teknologi dari Rusia merupakan sentilan kepada pemerintah Rusia, yang nantinya bisa berdampak bola salju atau bisa menyulitkan warganya sendiri.
"Dengan dibatasi medsos ini agar rakyatnya sendiri yang marah [kepada pemerintah] karena mereka kan dibatasi," tuturnya.
Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia Firman Kurniawan yang dihubungi terpisah menilai pembatasan atau sanksi ini bisa berdampak multidimensi.
Hal itu disebut Firman bisa merembet ke sektor ekonomi digital, krisis kehidupan sosial, terganggunya interaksi sosial hingga layanan umum.
"Hari ini semua mengandalkan aplikasi dan jaringan internet. Jadi ketika itu tidak beroperasi akan sangat terganggu," kata Firman kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Rabu (9/3).
Firman menilai saat ini ketergantungan masyarakat pada ekosistem digital sudah seperti kebutuhan mendapatkan listrik. Jika ada pembatasan, perlahan bisa membuat gejolak di masyarakat.
Di samping itu Heru mengatakan kalau sanksi perusahaan teknologi ini berlarut-larut, bukan tidak mungkin Rusia akan membangun ekosistem media sosial sendiri untuk mengakomodasi masyarakat Rusia yang sudah kepalang candu Google, TikTok, Meta dan Twitter.
Tetapi hal itu disebutnya tak bisa dilakukan semudah membalik telapak tangan karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurutnya, untuk menyiasati sanksi yang diberikan maka para pengguna pasti akan mengakali dengan menggunakan Virtual Private Network (VPN).
Dengan begitu masyarakat masih bisa tetap berkreasi meski raksasa teknologi membatasi akses di negara tersebut.