Jakarta, CNN Indonesia --
Suhu panas tinggi terjadi di sejumlah negara dalam beberapa waktu terakhir, seperti di Indonesia dan India membuat ahli lokal tertarik membandingkannya.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membandingkan suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia dan India, sekaligus membeberkan penyebabnya.
Suhu udara panas dan sumuk dirasakan masyarakat di beberapa wilayah Indonesia sejak awal Mei 2022. Kondisi itu membuat sebagian masyarakat mengaitkannya dengan gelombang panas yang terjadi di India dalam waktu yang bersamaan.
Dari catatan data BMKG, pada periode tersebut setidaknya 2 hingga 8 stasiun cuaca BMKG melaporkan suhu udara maximum di atas 35 derajat celcius. Stasiun cuaca Kalimaru (Kaltim) dan Ciputat (Banten) bahkan mencatat suhu maksimum sekitar 36 derajat celcius berurutan selama beberapa hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, BMKG memastikan suhu panas di Indonesia tidak masuk dalam kategori gelombang panas seperti di India.
"Kejadian suhu panas di Indonesia tidak dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrim meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) yaitu anomali lebih panas 5 derajat dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari," ucap Plt. Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam rilis BMKG.
Dijelaskan BMKG, gelombang panas umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas yang diakibatkan oleh sirkulasi cuaca tertentu sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas. Sebab itu, suhu panas yang terjadi dianggap sebagai hal yang wajar.
Dalam analisis klimatologi, sebagian besar lokasi-lokasi pengamatan suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum, yaitu pada bulan April/Mei dan September. Hal itu disebut terjadi akibat pengaruh dari posisi gerak semu matahari dan juga dominasi cuaca cerah awal atau puncak musim kemarau.
Suhu maksimum sekitar 36 derajat juga bukan merupakan suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia, karena rekor suhu tertinggi yang pernah terjadi adalah 40 derajat di Larantuka (NTT) pada 5 September 2012 lalu.
"Namun, anomali suhu yang lebih panas dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Indonesia mengindikasikan faktor lain yang mengamplifikasi periode puncak suhu udara tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut BMKG menjelaskan sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi atau memperpanjang waktu dan durasi suhu panas di bulan Mei.
"Kondisi udara yang terasa panas dan tidak nyaman dapat disebabkan oleh suhu udara yang tinggi. Suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi maka akan terkesan 'sumuk', sedangkan bila udaranya kering (kelembapan rendah) maka akan terasa 'terik' dan membakar." ujar Urip.
Analisis iklim dasarian pada periode 1 sampai 10 Mei 2022 menunjukkan lebih hangatnya suhu muka laut di wilayah Samudera Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa. Hal ini akan menambah suplai udara lembab akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan.
Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut.
Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah yang menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana.
Berdasarkan analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi. Secara umum tren kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.
BMKG menyebut Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan di atas 0.3 derajat per dekade. Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.95 derajat per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01 derajat per dekade).
Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40 - 0.47 derajat per dekade.
"Dari analisis ini nyatalah bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi lebih sumuk dan kemudian menimbulkan pertanyaan bahkan keresahan (selain kegerahan) publik,"
"Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas 'heatwave', meskipun masyarakat tetap dihimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan," tegas BMKG.