Lebih lanjut BMKG menjelaskan sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi atau memperpanjang waktu dan durasi suhu panas di bulan Mei.
"Kondisi udara yang terasa panas dan tidak nyaman dapat disebabkan oleh suhu udara yang tinggi. Suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi maka akan terkesan 'sumuk', sedangkan bila udaranya kering (kelembapan rendah) maka akan terasa 'terik' dan membakar." ujar Urip.
Analisis iklim dasarian pada periode 1 sampai 10 Mei 2022 menunjukkan lebih hangatnya suhu muka laut di wilayah Samudera Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa. Hal ini akan menambah suplai udara lembab akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut.
Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah yang menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana.
Berdasarkan analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi. Secara umum tren kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.
BMKG menyebut Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan di atas 0.3 derajat per dekade. Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.95 derajat per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01 derajat per dekade).
Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40 - 0.47 derajat per dekade.
"Dari analisis ini nyatalah bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi lebih sumuk dan kemudian menimbulkan pertanyaan bahkan keresahan (selain kegerahan) publik,"
"Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas 'heatwave', meskipun masyarakat tetap dihimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan," tegas BMKG.
(ttf/mik)