Semuel mengaku pihaknya tak ragu untuk memblokir aplikasi asing yang enggan mendaftar PSE. Pasalnya, kata dia, "anak bangsa" sudah mampu membuatnya.
"Begitu mereka (PSE asing) enggak ada, banyak juga anak bangsa yang bisa membangunnya kok," kata Semuel, Selasa (19/7) "Bukan hal yang susah kok".
Pada akhir Juli, Semuel juga mengaku mendorong developer untuk mengembangkan game-game lokal lewat program-program Kominfo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di awal Agustus, dalam sebuah kanal YouTube, Menkominfo juga mengaku sudah memanggil "tim" di awal masa jabatannya untuk membangun search engine bernama Gatotkaca.
Ragam kritik pun mengemuka dari warganet, terutama soal kesiapan infrastruktur.
Pakar Informasi dan Teknologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Budi Rahardjo menyebut perkembangan aplikasi anak bangsa terhambat oleh, pertama, modal.
"Ini terkait dengan ketersediaan modal ventura, dll," kata dia, Rabu (20/7).
Kedua, model bisnis. Budi mengatakan menjamin kelangsungan platform gratis seperti Gmail tak mudah tanpa dukungan model bisnis yang tepat.
"Apakah mampu membuat aplikasi yang reliable? Secara teknis, ya. Tinggal masalahnya adalah model bisnis yang membuat layanan tersebut bertahan lama," tutur Budi.
"Masalahnya itu ya, udah biaya operasionalnya mahal, harganya murah atau gratis. Nah, itu kita tidak punya model bisnis yang berhasil," lanjutnya.
Raksasa teknologi Google tak juga tampak dalam daftar di laman Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat Asing hingga berita ini terbit. Meskipun, kedua pihak sudah sama-sama mengakui pendaftaran itu.
Kominfo lebih dulu mengaku soal terdaftarnya Google. "Kita barusan dapet kabar, Google itu mendaftarkan empat lagi tambahan selain kemarin (Rabu, 20/7) mendaftarkan Cloud dan Ads-nya, sekarang mereka mendaftarkan YouTube, Search Engine, dan Play Store, dan Google Maps," ungkap Semuel, dalam konferensi pers virtual dari Labuan Bajo, NTT, Kamis (21/7).
Keesokan harinya, Google membenarkan pendaftaran itu. "Betul, PT Google Indonesia dan PT Google Cloud Indonesia sudah berstatus terdaftar," demikian keterangan dari perwakilan Google, Jumat (22/7).
Pada Jumat (29/7), Semuel mengaku sempat mengumpulkan sejumlah raksasa teknologi di Labuan Bajo, NTT, untuk "memberikan asistensi kalau butuh bantuan" pendaftaran PSE Kominfo.
"Pertemuan itu kita kasih batas waktunya dan kita berikan link dan permasalahannya, kita , agar mereka mendaftar," kata Semuel di Jakarta.
Saat itu, pihaknya bertemu dengan sejumlah platform besar, termasuk Google, Facebook, dan TikTok.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pendaftaran PSE paling lambat pada 20 Juli 2022.
"Saya enggak peduli apa pun nama PSE-nya, selama dia enggak daftar, wajib untuk diblokir," cetus dia, di Jakarta, Selasa (28/6).
Sehari sebelumnya, Semuel mengaku tak risau dengan dampak ekonomi jika platform-platform besar diblokir.
"Kalau mereka tidak mematuhi gimana? Ruginya lebih besar lagi, kedaulatan, enggak dianggep negara ini. Ngapain kan? Ekonomi bisa kita bangun, tapi dia aja enggak nganggep kok aturan kita," cetus dia, saat konferensi pers di kantor Kominfo di Jakarta, Senin (27/6).
"Mereka kan seolah enggak nganggep aturan ini ada. Itu menyakitkan buat saya, dan mungkin seluruh masyarakat indonesia," imbuhnya.
Kurang dari sebulan kemudian, Kominfo menyebut bakal menerapkan tiga tahapan sanksi terhadap PSE yang belum mendaftar sebelum memblokirnya.
"Begitu tanggal 21 Juli sudah mulai proses review. Saat ini kami juga sudah mulai mendata, tinggal nanti dilihat apakah diberi teguran dulu, sanksi denda, atau diblokir," kata Semuel, di Jakarta, Selasa (19/7).
Sebenarnya bagaimana aturannya? Pasal 7 ayat (1) Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat menjelaskan kategori perusahaan yang bisa dikenakan sanksi, salah satunya yang "tidak melakukan pendaftaran".
Apa sanksinya? Pasal 7 ayat (2) Permenkominfo ini jelas menyebut bahwa "Menteri memberikan sanksi administratif berupa Pemutusan Akses" terhadap PSE Lingkup Privat yang tidak mendaftar. Meski begitu, aturan ini memberi ruang pembukaan blokir. Syaratnya, mendaftar PSE.
Usai tenggat kedua, 29 Juli, sejumlah platform memang diblokir. Hal itu memicu keramaian kritik dari warganet dan para aktivis. Kominfo pun membuka sementara, misalnya, PayPal, dalam tempo lima hari (yang mekanismenya tak ada dalam aturan PSE Lingkup Privat).
Selain itu, Yahoo! hingga DoTA dibuka sementara karena akhirnya terjalin komunikasi usai dibantu via Kedubes AS. Kominfo melunak?
(tim/arh)