Asa Difabel dan Kisah Para Pembuka 'Jalur Khusus' dari Sektor Digital

CNN Indonesia
Rabu, 19 Okt 2022 06:40 WIB
Kaum difabel bukan ingin diberi jalur khusus untuk maju, hanya kesempatan yang setara untuk jadi lebih berguna, termasuk dalam transformasi digital.
Anjas Pramono saat berpose di depan White House di Amerika Serikat. (Foto: Tangkapan layar instagram @hefaistoo)

Dengan cara berbeda, Anjas Pramono tergugah untuk memberdayakan kaum difabel. Aplikasi kamus bahasa isyarat jadi medianya. Hasil karya warga Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kudus, Jawa Tengah, itu, pun berbuah penghargaan dari Pemerintah Amerika Serikat.

Anjas merupakan seorang disabilitas. Ia didiagnosa mendapat penyakit tulang bernama Osteo Genesis Imperfecta. Penyakit itu membuat tulang Anjas keropos dan rapuh hingga membuatnya harus berjalan menggunakan tongkat.

Dia tak patah semangat. Berawal dari keinginannya belajar bahasa isyarat, Anjas menciptakan aplikasi bernama Difodeaf, yang merupakan singkatan dari Dictionary for Deaf. Hebatnya, Anjas menciptakan aplikasi itu saat masih menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anjas Pramono, disabilitas berprestasi asal Kudus, Jawa Tengah Indonesia.Foto: Tangkapan layar instagram @hefaistoo
Anjas Pramono, disabilitas berprestasi asal Kudus, Jawa Tengah Indonesia.

"Latar belakangnya sih saya memang seorang disabilitas juga. Kemudian memang saya ingin belajar bahasa isyarat. Tapi saat itu memang sangat sulit sekali menemukan kamus bahasa isyarat. Karena banyak juga teman-teman saya yang seorang tuli atau tuna wicara," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Anjas lalu menemukan kamus bahasa isyarat keluaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2004. Sayang, kamus itu sungguh tak praktis. "Beratnya 2,5 kilogram dengan total hampir 500 halaman," kenang Anjas.

Dari situ, Anjas memutar otak agar kamus tersebut bisa diakses dengan mudah. Ia ingin kamus itu dapat diakses mudah oleh orang non-disabilitas.

"Supaya lebih efektif untuk teman-teman awam. Jadi bukan untuk teman-teman disabilitas. Karena kan kita gak bisa maksa. Jadi harus diri kita sendiri yang mengedukasi untuk bisa bahasa isyarat," ujar Anjas.

Meski sempat diremehkan, aplikasi tersebut ternyata membawa Anjas memenangkan medali emas dalam lomba di Malaysia pada 2018. Selain Difodeaf, Anjas juga membuat aplikasi bernama Locable (Location for Difable) yang berguna untuk penyandang disabilitas mengakses tempat yang ramah untuk mereka.

Anjas juga kemudian merancang aplikasi Jubilitas untuk memberi ruang kepada difabel berwirausaha. "Saya built beberapa aplikasi dari 2019-2020. Ada beberapa achievement yang saya dapatkan misalnya dari Kemenpora, ada dari MPR RI dan puncaknya ketika saya mendapatkan undangan dari Pemerintah AS untuk mempresentasikan hasil karya saya di White House pada 2019," kata Anjas.

Di Amerika, Anjas berkesempatan menimba ilmu di University of Nebraska at Omaha pada program internasional jurusan Civic Engagement. Di sana, dia mendapat kehormatan kota Omaha yang diserahkan langsung oleh City Council Member of Omaha, Pete Festersen.

"Tidak akan pernah menyangka mahasiswa semester tua dan berasal dari pelosok kota kecil di Indonesia bernama Kudus. Bahkan, di kota lahir saya sendiri saya belum pernah mendapatkan gelar kehormatan tersebut. Hahaa," tulis Anjas dalam unggahannya di Instagram.

Anjas mengatakan keberhasilannya meraih berbagai prestasi seharusnya menjadi bukti, penyandang disabilitas mampu berprestasi jika diberikan kesempatan. Menurutnya, yang terpenting bagi para penyandang disabilitas adalah kesempatan yang sama.

"Bukan diprioritaskan. Kita hanya butuh diberikan kesempatan dan ruang yang sama. Baru ketika itu tidak bisa, diberikan kuota khusus. Karena kita tidak pernah tahu mereka butuh apa. Biarkan mereka mencoba dulu," katanya.

Anjas Pramono, disabilitas berprestasi asal Kudus, Jawa Tengah Indonesia.Foto: Tangkapan layar instagram @hefaistoo
Anjas Pramono, disabilitas berprestasi asal Kudus, Jawa Tengah Indonesia mendapat gelar warga kehormatan dari kota Omaha, AS. .

Meski telah berhasil menorehkan prestasi, Anjas belum berhenti. Saat ini, ia dengan bantuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang menggarap sebuah perusahaan rintisan alias start-up yang telah memiliki 14 karyawan dan bergerak di bidang marketing.

"Beliau, Sonny Sudaryana dari Aptika Kominfo yang membimbing saya. Start-up ini yang akan segera launching bersama beliau. Namun ini sudah running sekitar dua tahun," katanya.

Lebih lanjut, Anjas berharap literasi digital bagi para penyandang disabilitas bisa dikembangkan. Menurutnya, hal itu masih sangat minim sehingga para penyandang disabilitas hanya menjadi sebatas konsumen teknologi.

"Gak cuma disabilitas, yang normal pun mayoritas masih memakai smartphone mereka untuk entertainment. Saya ingin bagaimana disabilitas ini lebih melek soal arti penting teknologi. Ayo, jangan sekadar menjadi konsumen," katanya.

Inklusif dan No One Left Behind di halaman selanjutnya...

'No One Left Behind'

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER