Dalam perjalanan membuat pembalut organik, ia bekerja dengan tim yang berasal dari jurusan kewirausahaan dan kimia. Masing-masing memiliki tugas sesuai proporsinya untuk dikolaborasikan dalam bentuk produk riset.
Difa menjelaskan secara ringkas bagaimana akhirnya produk temuan itu membawa dia ke Negri Panzer pertengahan November.
Pemudi kelahiran 12 Juli 2002 itu mengatakan pembalut pada umumnya memiliki beberapa lapisan. Dia dengan tim menyederhanakannya menjadi dua lapisan. Lapisan itu terdiri dari penyerap dan anti-air. Ia kemudian mengganti lapisan penyerap itu menggunakan lapisan dengan bahan rahasia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Sebenernya berasal dari tanaman yang cukup banyak ditanami di Indonesia, cuman kita belum bisa memberi tahu jenis tanamanya," ujarnya, yang hobi melukis sejak kecil itu.
Tanaman itu diekstraksi untuk menggantikan penggunaan bahan yang berbahaya dalam pembalut.
Untuk lapisan anti-air yang umunya menggunakan plastik, Difa menggantinya dengan serat organik atau biofilm. Lapisan ini disebut Difa seperti plastik berbahan singkong yang bisa terurai di alam.
Saat ini, Difa mengaku pembalut tersebut masih dalam tahap pengembangan. Untuk urusan produksi, Difa masih menimbang-nimbang durasinya untuk satu pembalut.
Namun demikian, ia menyebut ada potensi besar pasar pembalut organik di Indonesia, terlebih karena sedikit orang yang tahu soal produk pembalut yang bisa terurai dan tumbuhan yang jadi resep rahasianya masih melimpah.
"Jadi setidaknya enggak kesulitan untuk masalah bahan bakunya," kata dia.
"Bahkan di Indonesia itu di tingkat nomor tiga dunia yang produksi tanaman ini, bisa ditemui di belakang pekarangan rumah," sambungnya.
Lewat kompetisi di Berlin, Jerman itu ia berharap bisa menjadi sorotan dunia sehingga selain mendapatkan uang tunai sebagai hadiah, mendapatkan kolaborasi penelitian hingga pendanaan agar segera bisa dikomersialkan.
"Pasti bakal dipublish kemana-manna, bakal banyak dapet perhatian dari banyak pihak, terutama banyak pusat penelirian Jerman. Jadi gak melulu ngarepin uang," katanya.
(can/lth/arh)