MEET THE GEEK

Onno, Wajan, dan Kisah 'Perang' Melawan Buta Internet RI

CNN Indonesia
Jumat, 02 Des 2022 17:31 WIB
Onno W. Purbo adalah salah satu pionir internet lewat temuan Wi-Fi low budget tapi efektif hingga perintis white hack di RI. Simak petualangannya di sini.
Ilustrasi. Peretasan disebut bermula dari ngulik. (Foto: iStockphoto)

Cerita Onno soal dunia siber juga tak jauh dari dunia peretasan, yang sudah dikenalnya mulai 1988 hingga 1989.

Saat itu, ia mencoba untuk menambahkan bagaimana fitur news network (platform tempatnya mencari ilmu 'informal') dijebol sistemnya agar mendapatkan fitur tambahan. Cara yang digunakan yaitu mengubah protokol dalam sistem tersebut.

Dari mana dapat komputer untuk meretas?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika masih duduk di perguruan tinggi, Onno mendapat tugas membuar animasi di komputer terkait proyek pameran POS dari dosennya. Ia pun memanfaatkannya untuk mendapat PC dari sang ayah, Hasan Poerbo, yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekaligus profesor arsitektur di ITB.

Lihat Juga :

Dia dengan anggota di Himpunan Mahasiswa Elektronik (HME) ITB membeli empat unit komputer dan saling dibuat terhubung. Lewat 'senjata' itulah, Onno dan kawan-kawan membuat divisi komputer yang isinya diskusi seputar prosesor hingga coding atau bahasa komputer.

Dengan rekam jejak dunia sibernya, Onno tak jarang diminta 'mendidik' aparatur negara dalam menangani persoalan retasan. Misalnya, saat ia diminta memberi pelatihan kepada 120 prajurit di Markas Besar TNI, di Cilangkap, Jakarta Timur.

"Jadi kejadian paling bloon di dunia. Saya diundang sama mabes TNI cilangkap, visinya bagus, mengajarkan pasukan khusus, belajar cyber security. Saya bawa alat ini server ya, saya sambungin sama WiFi, saaya sadap nih dapet password-nya, enggak dienkripsi," ujarnya.

Usai peretasan password dan username dari sebuah sistem, sejumlah pasukan khusus yang dilatihnya itu tidak memahami sisi penyerangan yang disimulasikan oleh Onno.

"Dari pagi sampe jam 3 sore saya ngomong sampai berbusa. 'Izin tanya pak, tadi seranganya sebelah mana ya pak?" kenang Onno.

"Jadi intinya sederhana, kalau ada ledakan ada serangan. Ini karena enggak ada ledakan, jadi mereka (pasukan khusus) bingung di mana seranganya? Jadi mereka enggak sadar, ilmunya segitu," tuturnya.

Tren peretasan

Sejak pertengahan 2022, muncul akun Bjorka di situs gelap. Isinya tidak kaleng-kaleng, ia menjual sejumlah data masyarakat hingga menelanjangi data pribadi para pejabat negara.

Onno tak membenarkan praktik yang dilakukan Bjorka dalam membeberkan data masyarakat itu. Namun, ia juga menilai pemerintah mestinya lebih mawas diri dan mempertebal sistem keamanan. Terlebih, saat ini sudah ada Undang-undang Perlindungan Data Pengguna (UU PDP).

Selain itu, kata dia, pihak yang mengalami kebocoran data tak bisa menutupi kasus kebocoran begitu saja.

"Misalnya sudah ada laporan dari bawah, misalnya sedang kita perbaiki atau dikasih tau progresnya kaya gimana. Emang pimpinan kita ada yang ngomong kaya gitu?" tanya dia sembari menunjukkan kerutan di dahi.

"Bayangin ini yang bocor miliar data. Emang bisa ngehack 1 miliar orang? Jadi enggak mungkin satu-satu diretas, pasti diambil sekaligus. Besar itu filenya, hitungan gigabyte," tuturnya.

Menurut Onno, proses unduh data yang diklaim sebanyak 1 miliar itu memakan waktu yang lama. Ia pun menduga ada peran orang dalam.

"Lama masa enggak kedeteksi sih? Ajaib kan? Masalahnya di mana coba?"

"Enggak mungkin orang luar (yang bocorin). Pakai logika aja orang dari luar download bergiga-giga, keliatan dong sama admin," tuturnya.

Onno menyarankan baik itu lembaga negara maupun swasta untuk mempertebal sistem keamanan siber, baik lewat infrastruktur dan lebih khususnya sumber daya manusia.

Ia juga meminta lembaga pemerintahan yang mengurus siber untuk pandai 'ngulik'. Hanya saja, Onno mengakui individu yang punya ketekunan dalam mengulik sebuah hal terbilang jarang ditemui.

(can/arh)

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER