Seekor paus sirip dengan tulang belakang yang tampak patah terlacak tengah berenang di lepas pantai Mediterania, Spanyol. Cek penyebab kelainan tulang punggung alias skoliosis satwa ini.
Para ahli, dikutip dari LiveScience, menyebut hal itu kemungkinan besar disebabkan oleh tabrakan kapal. Hal itu juga kemungkinan akan menyebabkan raksasa lautan yang jinak itu perlahan-lahan kelaparan.
Paus sirip (Balaenoptera physalus) sepanjang 17 meter itu ditemukan pada 4 Maret oleh awak kapal di lepas pantai di Cullera dekat Valencia, Spanyol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapten kapal mengira paus itu terperangkap dalam jaring ikan. Ia memberi tahu Penjaga Pantai Spanyol, yang kemudian mengirimkan tim ahli biologi dan dokter hewan dari akuarium Oceanogràfic València.
Tiba di tempat kejadian, tim menemukan paus tersebut tidak terjebak. Mereka, dikutip dari akun Facebook menemukan paus memiliki kondisi "skoliosis yang tidak diketahui asalnya," menurut unggahan Facebook Oceanogràfic València.
Para peneliti mencoba memasang alat pelacak di punggung hewan yang terluka itu. Namun, upaya itu gagal karena kondisinya terlalu cacat.
Setelah "beberapa jam perhatian," paus sirip itu perlahan menjauh dari pantai dan keluar ke perairan yang lebih dalam untuk kemudian menghilang dari pandangan, kata perwakilan Oceanogràfic València.
Lihat Juga : |
Para ahli mengatakan skoliosis itu mungkin disebabkan oleh benturan kapal yang mematahkan punggung paus.
"Istilah skoliosis hanya mengacu pada kelengkungan tulang belakang yang tidak normal," kata Jens Currie, kepala ilmuwan dari Pacific Whale Foundation di Hawaii.
"Penyebab skoliosis bisa bermacam-macam, tapi yang paling umum adalah trauma benda tumpul," imbuhnya.
Currie menyebut kemungkinan besar paus itu "baru saja ditabrak kapal". Hal senada diungkap oleh Erich Hoyt, peneliti di Whale and Dolphin Conservation (WDC) di Inggris, dan Simone Panigada, wakil presiden Tethys Research Institute di Italia.
Namun, para ahli juga mencatat bahwa sulit untuk mengetahui dengan pasti apa yang terjadi.
Currie menyebut paus besar kemungkinan terlahir dengan skoliosis atau mengembangkannya di tahun-tahun awal mereka. Namun, paus muda yang mengalami skoliosis hampir tidak pernah hidup sampai dewasa.
Paus baleen - kelompok yang mencakup paus sirip, paus biru (Balaenoptera musculus), paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) dan lainnya - makan dengan cara menerjang kawanan besar crustacea (udang-udangan) kecil yang dikenal sebagai krill.
Paus mengandalkan ekornya yang besar (fluke) untuk mendorong diri mereka dengan cepat melalui air.
Masalahnya, menurut rekaman, paus yang terluka itu tidak dapat melakukan manuver berburu mangsa macam ini. Artinya, kata Currie, si paus mungkin bakal kelaparan, alias dapat menyebabkan kematian yang lambat dan menyakitkan.
"Kita bisa melihat dari video bahwa paus tersebut sudah sangat kurus dan mulai terlihat tidak sehat," kata Currie. "Sangat tidak mungkin paus itu akan bertahan."
Kasus ini bukan kejadian skoliosis paus pertama yang terkait dengan 'serangan' kapal.
Pada Desember 2022, dikutip dari The Guardian, seekor paus bungkuk bernama Moon terlihat di Hawaii dengan punggung patah. Namun, ia sempat berenang lebih dari 3.100 mil (5.000 kilometer) dari British Columbia, Kanada, hanya dengan menggunakan siripnya.
Tahun lalu, Simone Panigada melihat paus sirip lain dengan skoliosis di dekat Barcelona, Spanyol, meskipun kelainan bentuk tulang belakangnya tidak terlalu parah.
Kebanyakan paus disebut tidak selamat usai pertemuan dengan kapal. Secara total, sekitar 20 ribu paus diperkirakan terbunuh oleh serangan kapal setiap tahun.
Menurut lembaga nirlaba dari Italia Friend of the Sea, hal itu terkait erat dengan peningkatan lebih dari 300 persen lalu lintas laut global sejak 1992.
Meski demikian, kata Hoyt, sulit untuk melacak hal itu karena tabrakan sering tidak dilaporkan dan sebagian besar paus yang terbunuh tidak akan pernah ditemukan.
Lihat Juga :101 SCIENCE Kenapa Monyet Suka Berpelukan? |
Selain tertabrak kapal, paus juga terpapar banyak kebisingan dari pelayaran yang dapat mengganggu navigasi, makan, dan komunikasi mereka.
"Menurut saya [lalu lintas kapal] adalah salah satu masalah utama yang dihadapi cetacea (sebangsa paus) secara global," tandas Currie.
(tim/arh)