Kenapa Gempa Tidak Dapat Diprediksi?

CNN Indonesia
Minggu, 24 Mar 2024 08:01 WIB
Gempa bumi mustahil untuk diprediksi lantaran belum ada teknologi yang mumpuni dan kesulitan pengukuran langsung. Simak penjelasan para pakar.
Prediksi gempa mensyaratkan pengukuran energi langsung pada patahan. (iStockphoto/bartvdd)

Para ilmuwan sudah mencari kemungkinan untuk mengetahui apakah gempa bumi kecil akan berkembang menjadi gempa bumi besar berdasarkan sinyal seismik awalnya.

Sayangnya, sebuah studi pada 2016 berjudul "Evidence for universal earthquake rupture initiation behavior" menyebut hal semacam itu tidak mungkin.

"Para ilmuwan telah menyelidiki apakah mungkin untuk mengetahui apakah gempa kecil akan berkembang menjadi besar berdasarkan sinyal seismik awalnya," kata Hubbard.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sayangnya, jawaban dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 tersebut adalah tidak," lanjut dia.

Dengan melihat berbagai gempa bumi dari seluruh dunia, para penulis studi menyatakan sinyal seismik awal gempa bumi kecil dan besar terlihat sama.

Salah satu hal utama yang menentukan apakah retakan kecil akan membesar atau tidak adalah kondisi tekanan yang sudah ada di sepanjang patahan.

Seiring berjalannya waktu, patahan akan menjadi lebih tertekan karena pergerakan lempeng tektonik yang lambat. Tingkat stres tergantung pada sejarah pergeseran patahan.

Tingkat tegangan ini dapat berubah oleh gempa bumi di dekatnya, yang menyebabkan pergeseran tiba-tiba pada kerak bumi. Ketika tekanan pada sesar lebih tinggi daripada kekuatan gesekannya, sesar dapat tergelincir.

Lebih lanjut, Hubbard menyebut terjadinya gempa bumi besar terjadi karena tegangan yang sudah ada sebelumnya pada area patahan besar harus mendekati kekuatan gesekan.

Sehingga, tegangan dinamis cukup untuk mendorong patahan ke tepian, mengalir secara progresif di sepanjang patahan selama puluhan atau ratusan kilometer.

"Sayangnya, tidak mungkin mengukur keadaan tegangan yang sudah ada pada suatu sesar. Sebaliknya, para ilmuwan hanya dapat memperkirakan perubahan keadaan tekanan - peningkatan tahunan gerakan tektonik, atau dampak dari satu gempa bumi terhadap patahan yang diketahui," urai Hubbard.

"Tanpa informasi mengenai tingkat tegangan absolut dan kekuatan patahan, informasi ini tidak cukup untuk mengetahui kapan suatu patahan akan terjadi."

Infografis - Gempa bumi terbesar sejak tahun 2000 - rev1Foto: CNN Indonesia/Agder Maulana
Infografis - Gempa bumi terbesar sejak tahun 2000 - rev1

Klaim ramalan gempa

Sebelumnya, beredar broadcast pesan berantai di WhatsApp yang menginfokan tentang prediksi gempa di RI dari peneliti asal Belanda Frank Hoogerbeets di Solar System Geometry Survey (SSGS).

Ia mengklaim ada kemungkinan terjadi gempa di Sulawesi, Halmahera, dan Laut Banda pada 3 dan 4 Maret 2023. Ia mendasarkan prediksi tersebut pada aktivitas seismik di beberapa wilayah di sekitar Sulawesi, termasuk Kamchatka, Kepulauan Kuril, Jepang di bagian Utara, dan Filipina.

Berita ini lantas menjadi heboh karena sebelumnya, Hoogerbeets 'berhasil' memprediksi terjadinya gempa bumi Turki awal Februari. Meski demikian, pada akhirnya ramalan pakar gadungan untuk gempa di Sulawesi itu tidak terbukti.

Dua peneliti, yakni Marniati dari Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar; dan Imanuela Indah Pertiwi dari Stasiun Geofisika Kelas IV Kendari, menegaskan soal ketiadaan alat prediksi gempa dalam makalah 'Gempabumi Tektonik Bisa Diprediksi?'.

"Sampai saat ini, detik ini, BMKG sebagai instansi pemerintah yang memonitoring kejadian gempabumi di Indonesia selalu menginfokan kepada masyarakat bahwa gempabumi tektonik tidak dapat diprediksi waktu kejadiannya, baik hari, tanggal, jam, menit, hingga detiknya," ujar keduanya.

"Hal yang sangat perlu diketahui bahwa wilayah Indonesia tidak dapat terhindar dari kejadian-kejadian gempabumi," tandas mereka.

(lom /lth)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER