Twitter Turut Jadi 'Medan Perang' Israel Vs Hamas, Musk Terjebak

CNN Indonesia
Selasa, 10 Okt 2023 18:21 WIB
Para ahli menyebut platform media sosial X alias Twitter milik Elon Musk memperburuk suasana konflik Israel-Palestina lewat propaganda.
Ilustrasi. Para ahli menyebut misinformasi X alias Twitter semakin memperburuk suasana konflik Israel-Palestina. (Foto: REUTERS/MOHAMMED SALEM)

Emerson Brooking, peneliti senior di Digital Forensic Research Lab Atlantic Council, mengatakan media sosial bisa berubah menjadi medan perang propaganda. Menurutnya, platform milik Musk itu pun sudah jadi medan pertempuran 'online'.

"Pada masa perang, media sosial menjadi medan perang propaganda; selalu ada unsur disinformasi dan pembesar-besarkan. Saat ini, X adalah platform utama di mana pertempuran online ini terjadi," kata dia.

Brooking mengatakan perubahan kebijakan X di bawah kepemilikan Musk, yakni centang biru berbayar, memberikan angin segar bagi para propagandis dan penipu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap pengguna sekarang dapat membeli tanda centang "verifikasi" di X dengan mendaftar ke program langganan platform seharga US$8 per bulan, dan postingan mereka kemudian didorong oleh algoritma platform dan memenuhi syarat untuk dimonetisasi.

"Verifikasi berbayar berarti Anda tidak dapat membedakan antara jurnalis yang sudah diperiksa dan penipu," kata Brooking.

"Sistem 'views' yang mencari keuntungan memberi insentif kepada akun-akun yang menyamar sebagai outlet berita dan memposting sesering mungkin, mengambil dari sumber apa pun yang mereka bisa atau hanya mengarang."

Twitter telah lama memainkan peran penting dalam berbagi informasi selama konflik, mulai dari Arab Spring pada 2014 hingga invasi Ukraina tahun 2022.

Misinformasi yang viral selalu ada di platform ini, tetapi hal ini menjadi sangat menonjol di bawah kepemimpinan Musk, kata para ahli.

"Dalam satu dekade terakhir, setiap konflik pasti menimbulkan 'kabut perang' digital, di mana kedua belah pihak, dan para pendukungnya, mencoba menggunakan platform sosial untuk memutarbalikkan narasi yang menguntungkan mereka," kata Joe Galvin, jurnalis spesialis intelijen.

"Volume dan jangkauan misinformasi saat ini, jauh melebihi apa yang kita lihat pada konflik era media sosial awal, dan diperburuk oleh platform seperti X, yang telah menghilangkan pagar pembatas dan memungkinkan jenis disinformasi yang paling mengerikan merajalela," lanjut Galvin.

Dia mengatakan platform lain yang memiliki sedikit atau tidak ada pagar pembatas termasuk aplikasi pesan media sosial Telegram juga merupakan sarang misinformasi, tetapi X unik karena perilaku Musk.

"Bahkan pemilik X ikut ambil bagian dalam kekacauan ini, dengan mempromosikan akun-akun yang diketahui menyebarkan kebohongan kepada 150 juta pengikutnya."

"Faktanya orang-orang jahat, yang didukung oleh negara dan lainnya, telah menjadi lebih baik dalam menyebarkan kebohongan, dengan jaringan yang lebih canggih yang dibangun dan teknologi yang lebih baik - termasuk AI - yang digunakan. Platform-platform ini terus mengejar ketertinggalan," pungkas Galvin.



(tim/dmi)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER