BURSA KEPALA BIN

KontraS Minta Kepala BIN Tak Terlibat Politik

CNN Indonesia
Rabu, 05 Nov 2014 07:45 WIB
KontraS berharap Presiden Joko Widodo pilih kandidat Kepala BIN dari nama-nama yang tidak memiliki kepentingan politik.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengusulkan presiden Joko Widodo untuk memilih kandidat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang tidak memiliki kepentingan politik. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Presiden Joko Widodo untuk memilih kandidat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang tidak memiliki kepentingan politik.

"BIN punya kapasitas dan kewenangan yang unik, yang beda dengan lembaga lain," ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar di Cikini, Jakarta, Selasa (4/11).

Haris mengatakan, BIN akan berurusan dengan berbagai lembaga-lembaga yang akuntabel oleh karena itu badan intelijen ini harus diisi oleh orang-orang yang tercatat memiliki integritas baik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau BIN dikuasai oleh orang-orang yang integritasnya buruk, mereka punya potensi menyalahgunakan itu," kata Haris.

Ketidakprofesionalan tersebut, menurut Haris, tampak pada gagalnya mantan Presiden SBY dan Kepala BIN Marciano Norman dalam menuntaskan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib.

"Kasus Munir itu jelas operasi intelijen. Mana penyelesainnya hingga hari ini? SBY meresponsnya dengan pendekatan politis akhirnya enggak selesai-selesai. Jangan mengulangi kesalahan," kata Haris merujuk pada kasus Munir yang tewas karena diracun ketika sedang berada dalam perjalanan menuju Belanda pada September 2004.

Haris juga berharap Jokowi tidak membuang waktu dengan memilih kandidat yang tidak profesional.

Haris mencontohkan, salah satu sosok yang tidak memiliki kepentingan politik untuk duduk di BIN adalah Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Angkatan Laut Sulaiman Pontoh.

"Pemahamannya soal keamanan bagus dan tidak punya catatan keterlibatan pelanggaran HAM," ujar Haris.

Haris merekomendasikan Sulaiman yang memiliki jejak rekam baik. 

"Dia berani tampil beda saat kasus perjanjian Indonesia dengan Singapura soal wilayah Riau yang digunakan untuk latihan tentara Singapura," ujarnya.

Selain Sulaiman, Haris juga menyarankan kandidat dari kalangan sipil. "Rizal Sukma ahli soal keamanan, bisa membangun lembaga intelijen negara yang lebih tertib," katanya.

Sementara itu, dia menegaskan, nama-nama yang sudah lama disebut terkait dengan pelanggaran HAM, sebaiknya tidak perlu dicalonkan sebagai Kepala BIN.

Ngapain munculin nama lama yang punya kontroversi mengenai pelanggaran HAM? Munculnya nama-nama kayak Sjafrie, Sutiyoso kan selain punya isu pelanggaran HAM, orang-orang itu punya link organisasi politik," ujarnya.

Menurutnya, Sutiyoso erat dengan partai koalisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sjafrie Sjamsoeddin diketahui masih berada dalam lingkaran Prabowo Subianto. Sementara kandidat lainnya, As'ad Ali, berafiliasi dengan organisasi Islam Nahdlatul Ulama.

Saat ini, Marciano Norman masih menjabat sebagai Kepala BIN sejak dilantik pada 19 Oktober 2011. Kepala BIN akan berganti seiring dengan pergantian pemerintahan karena penunjukkannya merupakan hak prerogatif Presiden.

Sebelum Marciano, Kepala BIN dijabat oleh Jenderal Polisi (Purn) Sutanto periode 22 Oktober 2009-19 Oktober 2011, Mayor Jenderal (Purn) Syamsir Siregar masa jabatan 8 Desember 2004-22 Oktober 2009, dan Jenderal (Purn) AM Hendropriyono periode 2001-2004.

Tugas BIN yaitu melaksanakan kegiatan dan operasi intelijen di dalam dan laur negeri, melakukan kontra intelijen, serta operasi intelijen ekonomi maupun teknologi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER