Design for Dream Wujudkan Mimpi Disabilitas

CNN Indonesia
Jumat, 07 Jul 2017 20:23 WIB
Tentang sebuah startup yang memperhatikan nasib kaum disabilitas di Yogyakarta. Apa saja yang mereka lakukan?
Ilustrasi (Foto: SGENET/Pixabay)
Bandung, CNN Indonesia -- Pernahkah kamu mendengar startup bernama Design for Dream? Ya media startup yang bermarkas di Yogyakarta ini memang tengah memulai langkahnya untuk ikut membantu mewujudkan mimpi anak disabilitas. Hal ini dilatarbelakangi oleh data bahwa sebesar 12,15 persen penduduk Indonesia merupakan seorang difabel (BPS, 2016).

Kemiskinan dapat disebabkan baik secara faktor maupun dampak di mana hal tersebut berpengaruh besar pada kualitas hidup disabilitas seperti (pendidikan, ekonomi, sosial, politik, skills dan pekerjaan).

Di Yogyakarta, lebih dari 26.000 disabilitas tersebar di berbagai wilayah dan jumlahnya meningkat signifikan pasca gempa Yogyakarta tahun 2006. Dari jumlah tersebut, sebagian besar dari mereka tinggal dan hidup pada sebuah lingkungan panti asuhan.

Selain itu, rencana Yogyakarta untuk menjadi kota inklusif telah dimulai pada 2015 dengan pencanangan 4 daerah menjadi daerah inklusi, yaitu: Tegalrejo, Wirobrajan, Gondokusuman and Kotagede. Hal tersebut semakin membuka lebar langkah Jogja untuk menjadi “Kota Inklusif”. Tidak hanya Yogyakarta saja, kota-kota lain seperti Surabaya dan Solo-pun telah melakukan pembenahan untuk menjadi Kota Inklusif di Indonesa.

Media ini ikut membuka pemikiran bahwa masih banyak orang sampai saat ini kurang menyadari keberadaan difabel di sekitarnya. Faktanya, kaum difabel masih mendapat diskriminasi di kehidupan bermasyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibatnya, kesempatan yang sejak awal terbatas mereka dapatkan akan semakin sulit didapatkan.

Kesamaan kesempatan tidak akan terwujud apabila diri sendiri tidak sadar dan tidak ingin mengubah pola pikir mereka terhadap kaum difabel itu sendiri. Saling menghormati dan menerima perbedaan menjadi bagian dari keberagaman dalam kehidupan. Kesadaran tersebut semakin dianggap penting sejak dicanangkannya SDGs (Sustainable Development Goals).

Atas dasar tersebut dicetuskanlah oleh Irvandias Sanjaya selalu Chief Executief Organization (CEO) dan Wahyuningtias Puspitasari sebagai Chief Financial Organization (CFO) sebuah media startup yang dilatarbelakangi oleh ketertarikan terhadap isu disabilitas di Indonesia.

“Latar belakang dari ide ini dikarenakan passion-ku yang emang sejak 2013 punya ketertarikan dengan isu disabilitas. Terlebih dengan beberapa hal yang mendukung seperti: Pembentukan Kota Inklusif di Indonesia dan SDGs, menambah semangat diri saya untuk semakin mengakarkan diri saya pada isu disabilitas,” ujar Irvandias Sanjaya.

Design for Dream (DFD) sendiri merupakan media yang mengkombinasikan konsep sosiopreneurship dan crowdfunding. DFD memiliki tujuan untuk mengadvokasi, mendukung, dan mewujudkan mimpi para difabel yang pada umumnya tinggal di bawah standar kemiskinan untuk dapat terwujud. Mimpi tersebut diwujudkan melalui adanya penjualan produk (tees) melalui sebuah metode yang disebut dengan product campaign.

“Sistem sosiopreneurship yang terdapat di DFD adalah sistematika pembagian hasil 60-40 persen per setiap produk yang terjual Mungkin ini agak berbeda dengan sistem crowdfunding lainnya di mana di DFD kita menggunakan produk (baju yang didesain oleh anak disabilitas) yang kita jual dan tentunya untuk memproduksi hal tersebut dibutuhkan sebuah regenerate money. 60 persen itulah yang nantinya akan masuk menjadi biaya administrasi internal, dan 40 persen lainnya akan ditujukan untuk membantu mimpi anak disabilitas,” kata Dias, sapaan akrabnya.

Konsep utama dari Design for Dream ini menurut Dias dengan membantu anak difabel yang menggunakan istilah “Adik Mimpi” untuk mewujudkan impian yang mereka miliki. Adik Mimpi akan membuat sebuah desain impian yang mereka miliki dibimbing oleh Kakak Mimpi. Lalu karya mereka dipindahkan ke dalam sebuah bentuk visual desain yang nantinya akan dicetak ke sebuah baju. Baju tersebutlah yang nantinya akan dijual sebagai "Product Campaign" dengan pembagian hasil 60-40 persen.

Metode Product Campaign itu maksudnya adalah apa yang kita jalankan sedikit berbeda dengan crowdfunding lainnya. Menurut Dias, ketika platform crowdfunding lainnya menggunakan metode kampanye berdasarkan permasalahan, maka Design for Dream menggunakan sebuah media produk (baju) untuk mengirim kampanye tersebut.

“Prouct Campaign, begitu kami menyebutnya, sementara ini adalah kaos berdesain unik. Setiap campaign atau mimpi individu difabel akan memiliki desain masing-masing,” ujar Wahyuningtias Puspitasari.

Menurutnya, media ini menggunakan hasil karya gambar teman-teman difabel dalam produknya. Ini merupakan cara untuk mencoba melibatkan teman-teman difabel dalam usaha mewujudkan mimpi-mimpinya. Media ini pun ingin menyampaikan kepada publik dan konsumen bahwa teman-teman difabel selain memiliki mimpi, mereka juga memiliki kemampuan dan kemauan untuk mewujudkannya.

Dias pun memaparkan pandangannya bahwa pendidikan di Indonesia seharusnya bisa dibuat secara adil. Bukan sama. Hal tersebut didasari kepada kebutuhan pendidikan yang dibutuhkan setiap anak berbeda bentuknya. Termasuk untuk anak dengan keterbelakangan mental. Indonesia masih membutuhkan sebuah sistematika pendidikan yang tepat, terutama dalam hal intervensi kebijakan pendidikan yang inklusif.

Oleh karena itu, melalui platform Design for Dream ini diharapkan bisa menjadi kontribusi nyata untuk perbaikan hak pendidikan terutama bagi anak-anak disabilitas. Pendidikan di sini adalah untuk membantu mimpi anak disabilitas Indonesia yang tinggal di garis kemiskinan untuk bisa terwujud.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER