Guru, Matahari Penerang Ruang Kelas

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Senin, 28 Nov 2016 12:59 WIB
Kami kepergok guru gambar ketika loncat tembok belakang sekolah dan memakai celana panjang abu-abu seakan SLTA, meski kami ketika itu masih SMP.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Adik dan Kakak di manapun dikau berada, ini kisah di masa lalu berbagi kenangan, tidak untuk ditiru ya. Begini kisahnya.

Ada masa di mana saya pernah mengalami hal serupa tapi tidak sama, nakal, usil, ngambek, keluar kelas, bolos, berdiri di depan kelas, berdiri di aula, berdiri di depan pintu kelas, menulis kata “Saya tidak akan bandel lagi di sekolah” atau ”Saya tidak akan membolos lagi” di sebuah kertas sebanyak puluhan kali, lalu dibacakan di depan kelas. Semua hukuman itu terasa mengharukan, usai lulus sekolah.

Betapa Pak Guru dan Ibu Guru ingin muridnya menjadi keteladanan bagi diri muridnya dan teman-teman di sekolah, betapa Guru amat perduli pada muridnya, dia ingin muridnya sukses meraih cita-citanya. Ada sedu-sedan ketika lulus dari SLTA, betapa nakalnya, tapi akhirnya berhasil lulus, semua merasa kehilangan kenangan, nakal nan indah, bandel nan indah, sebuah prestasi ada dalam kisah bunga rampai di hati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenangan masa SMP, kenangan SLTA, kenangan SD, ada banyak cinta di dalamnya. Daku tak bisa membayangkan jika dulu daku tak suka usil, mungkin daku tak punya kenangan di SLTA, ada banyak sebab dari kesedihan hingga kegembiraan, ketekunan, prestasi umum, olah raga, kesenian, bermain drama, lomba puisi, lomba menulis pidato, lomba cerdas cermat, dan banyak hal.

Jika dirangkai semua masa itu adalah proses jenjang menuju akil balik, remaja, remaja dewasa. Tak ada kenangan terlupakan meski kini samar dalam ingatan, namun kenangan indah waktu sekolah adalah kisah keinginan guru, orangtua dan murid, bersatu padu, dalam keragaman aneka peristiwa, tanpa terasa terlalui menjadi kini.

Daku pernah menulis seribu kata untuk tak bolos lagi bersama dua sobatku, kami bertiga kepergok guru gambar ketika loncat tembok belakang sekolah. Kami memakai celana panjang abu-abu seakan SLTA, meski kami ketika itu masih SMP. Enggak lucu, deg deg kan dan horor banget waktu itu. Terbayang seperti apa wajah kami bertiga, alamak seperti kucing kehujanan, kedinginan gemetaran.

Bayangkan kami bertiga dihukum di aula berdiri dengan seragam putih abu-abu SLTA, kami membelinya di Pasar Majestik Kebayoran Baru. Ironis mengiris, semua mata di sekolah menatap menggoda terbayangkan olehmu wajah mereka, teman-teman sekelas maupun satu sekolah. Sebab aku dan dua sobatku suka usil.

Teman-teman sekelas maupun satu sekolah mereka cengar-cengir, ada banyak sahabat baik istilah sekarang teman ngegeng deh, serentak mendekati menyalami kami dengan wajah ngeledek banget. Hadeuh! Kami bertiga gemas ingin segera membalas. Sejak hukuman itu tak lagi berani kami mengulanginya. Malu lah hai, dipajang di aula jadi contoh SLTA palsu.

Guru bukan sekadar pengganti orang tua di sekolah. Guru bagai cahaya matahari dari balik kaca jendela, menerangi ruang-ruang kelas agar muridnya menemukan kebutuhan melengkapi perjalanan hidupnya kelak, dengan berbagai kisah suka dan duka penuh cinta dan kasih sayang.

Terima kasih Pak Guru dan Ibu Guru, di manapun dikau kini berada daku kirimkan doa ikhlas, sehat selalu, dan senantiasa surga bagimu, dalam kisah di cuaca-cuaca diusia kini. Sungkem Ibu dan Bapak Guru. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER