Kisah Ibu Guru Sri

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Senin, 28 Nov 2016 14:58 WIB
Aku punya seorang guru yang begitu membekas dalam ingatan, Bu Sri namanya.
Ilustrasi (Detikcom/Hasan Alhabshy)
Jakarta, CNN Indonesia -- GURU : digugu lan ditiru. Dalam bahasa Jawa pemenggalan kata seperti ini disebut kerata basa, atau akronim. Guru dimaknai sebagi pekerjaan seseorang yang digugu dan ditiru. Digugu artinya dipercaya ditiru artinya untuk ditiru.

Guru adalah seseorang yang dipercaya segala ucapannya dan ditiru segala perilakunya. Karena begitu dalamnya filosofi nilai seorang guru ini, maka guru haruslah bisa menjadi teladan bagi murid dan masyarakat.

Aku punya seorang guru yang begitu membekas dalam ingatan, Bu Sri namanya. Bagi yang bersekolah di daerah Jawa, pastilah punya guru bernama Sri. Karena Sri nama yang cukup populer di Jawa sana. Sepanjang sekolah aku punya banyak guru bernama Sri. Di SD ada dua Sri, di SMP ada lebih dari 3 Sri, di SMA masih ada Sri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri yang akan aku kisahkan adalah Ibu Sri guru SD ku. Saking banyaknya guru bernama Sri dalam perjalanan pendidikanku, aku sampai lupa siapa nama lengkap ibu Sri guru sekolah dasarku ini. Selama 3 tahun aku diajar oleh ibu Sri. Saat kelas 1, kelas 2, dan kelas 4.

Aku tak paham betul soal kehidupan pribadinya, tak paham juga latar belakang pendidikannya, tak paham juga kondisi ekonominya, tapi satu yang aku tahu dia adalah sosok yang sederhana.

Ibu Sri dan Pit Jengki

Pit itu bahasa Jawa untuk sepeda. Untuk menuju sekolah ibu Sri selalu menggunakan sepeda jengki kesayangannya. Ia menempuh jarak antara 2 hingga 3 kilometer perjalanan untuk sampai ke sekolah.

Kala itu di tahun 2001, aku sekolah di SD Negeri Penimbun, kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Desa terpencil di kabupaten kecil. Kebumen kala itu tak seperti saat ini yang mulai disorot media sana sini.

Jangan bayangkan jalanan beraspal yang lurus dan landai. Medan perjalanan untuk sampai desaku harus menempuh jalan naik turun perbukitan, tanpa aspal, dan masih banyak bebatuan di jalan. Ketika guru lain menggunakan sepeda motor untuk ke sekolah, ibu Sri selalu setia dengan sepeda jengkinya.

Bagiku itu sangat keren. Seorang ibu paruh baya, tiap hari mengayuh sepeda, melewati medan yang tak biasa, demi mengajar anak muridnya. Dia kuat, dan tak pernah nampak wajah lesu di mukanya. Selalu senyum yang muncul di raut wajahnya.

Tiap kali bersua di jalan kami anak murid selalu diajarkan untuk menyapa. Ketika pagi hari bertemu guru kita menggunakan sapaan “Rawuh bu” atau “Rawuh pak”. Rawuh artinya hadir, berangkat, atau datang. Selain digunakan untuk menyapa ketika bersua di jalan saat pagi hari, ini juga digunakan untuk menyambut guru ketika mereka sampai ke sekolah.

Dan kami anak murid selalu bersemangat untuk menyambut, bahkan sampai berteriak, termasuk aku. Ibu Sri dengan sepeda jengkinya tak luput kami sapa. Begitupun ketika pulang di siang hari. Sapaannya dengan “Kondur bu” atau “Kondur pak”. Kondur artinya pulang. Jadi ketika ibu Sri dan guru lain berjalan pulang melewati kerumunan anak murid yang juga sedang berjalan pulang, pastilah akan menciptakan keriuhan. Riuh sapaan anak murid yang berteriak “Kondur bu!”.

Menjadi sebuah kebahagiaan ketika sapaan kami dibalas dengan senyuman. Dan saat ini aku baru menyadari, mungkin satu tindakan kecil itu sangat berharga bagi mereka. Entah apakah anak sekolah masa ini masih melakukan hal yang sama atau tidak tapi aku beruntung dibesarkan di era di mana budi pekerti sangat ditanamkan dalam benak kami.

Tatapan Ibu Sri

Selain sepeda jengki, ada satu episode tentang ibu Sri yang masih begitu jelas di ingatanku. Itu terjadi saat aku kelas 4. Suatu hari, entah kami sedang mengerjakan tugas darinya atau apa, tapi kondisi kelas saat itu begitu ramai.

Ibu Sri berdiri menyender di pintu depan, sambil menatap ke arah kelas. Entah apa yang sedang ia pikirkan, tapi itu terlihat seperti tatapan kosong, memikirkan sesuatu, atau mungkin dia lelah. Lelah, karena anak muridnya begitu sulit diatur, kala itu ingin rasanya berteriak menyuruh satu kelas untuk diam. Sungguh rasa kasihan melihat ibu Sri kala itu.

Sri = Baik

Dalam bahasa Jawa Sri artinya baik. Sama seperti namanya bagiku ibu Sri adalah guru yang baik. Entah berapa banyak ilmu yang telah ia berikan padaku yang mengantarkan kami para anak murid sampai titik ini.

Guru SD kala itu mengajar semua mata pelajaran, terkecuali pelajaran agama dan olahraga. Jadi bagiku mereka adalah orang yang hebat, termasuk ibu Sri. Ibu Sri adalah sosok yang lembut dan santun, sesuai dengan filosofi digugu dan ditiru. Ia juga wanita yang kuat, yang tak lelah mengayuh sepedanya demi mengajar anak muridnya.

Ibu Sri, jika ibu membaca ini aku ingin mengucapkan Selamat Hari Guru untukmu. Terimakasih untuk semua jasamu, semua jerih payahmu, semua perjuanganmu. Aku beruntung bertemu denganmu di masa awal pendidikan sekolahku, sekali lagi Terimakasih Ibu Sri. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER