Pesta Literasi ITB Ajak Mahasiswa Bergerak

CNN Indonesia
Jumat, 09 Jun 2017 11:14 WIB
Gerakan mahasiswa bukan hanya dengan aksi turun ke jalan, tapi juga melalui literasi. Lihat pesta literasi yang digelar mahasiswa ITB ini.
Rangkaian kegiatan Pesta Literasi 2017. Acara tahunan itu diadakan oleh berbagai UKM bidang kajian di ITB. Seperti Tiang Bendera, Majalah Ganesha, Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan, dan Lingkar Sastra. (UGC CNN Student/Lia Elita Robani)
Bandung, CNN Indonesia -- Medio April lalu, kampus Institut Teknologi Bandung tetap ramai oleh mahasiswanya. Cuaca yang panas tidak lantas membuat mereka malas berkegiatan di kampus. Ada salah satu area kampus yang terdengar ramai oleh alunan musik tradisional dan modern. Terlihat ramai juga oleh lalu-lalang mahasiswa.

Rupanya, sebuah acara bernama Pesta Literasi akan digelar pada siang itu. Acara itu diadakan di Sunken Court, tepatnya di ruang Sekretariat UKM Tiang Bendera.

Sunken Court adalah area bawah tanah yang menjadi pusat sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat universitas. Area itu terdiri dari dua bangunan yang memanjang berseberangan. Terletak tepat di antara Gedung Perpustakaan dan Gedung Riset dan Inovasi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganesha, Bandung. Di antara dua bangunan itu, terletak satu bangunan berupa ruang kecil. Di tempat itulah Pesta Literasi berlangsung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu-satunya bangunan di tengah itu dihasi oleh pemandangan beberapa mahasiswa yang sedang sibuk menyiapkan acara. Bangku-bangku dijejerkan, lalu digeser karena tampaknya posisi belum tepat. Meja berbalut kain hitam dirapikan, lalu di atasnya di susun berbagai buku. Mikrofon beserta pengeras suara pun disiapkan.

Sebuah spanduk berwarna dasar putih telah tertempel di dinding luar ruangan kecil itu. Poster tersebut bertuliskan “Pesta Literasi 2017”, lengkap dengan ilustrasi buku yang terbuka. Di bawahnya, terpampang pula sebuah spanduk berisi kutipan penulis legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer: “Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.”

Setelah dirasa siap, diskusi bertajuk “Kaderisasi, Literasi, dan Pergerakan Mahasiswa” diselenggarakan di dalam ruangan yang penuh dengan buku dan poster itu. Diskusi tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara Pesta Literasi 2017. Acara tahunan itu diadakan oleh berbagai UKM bidang kajian di ITB. Seperti Tiang Bendera, Majalah Ganesha, Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan, dan Lingkar Sastra.

Tiga bangku panjang sudah disediakan di dalam ruangan untuk peserta. Di depan, telah siap dua orang pembicara dan satu orang moderator yang semuanya adalah mahasiswa ITB. Bangku kayu yang telah disediakan itu tidak terisi penuh, menyisakan satu bangku kosong di bagian paling depan.

Sesuai dengan tajuknya, pergerakan menjadi bahasan awal diskusi. Moderator berkacamata dan berpolo hitam membuka diskusi dengan pertanyaan seputar pergerakan mahasiswa. Kedua pembicara yang dihadirkan merupakan kandidat ketua pelaksana Kaderisasi Awal Terpusat ITB, Agung Cahyo dan Galih Whisnu. Dua mahasiswa itu secara bergantian memberi jawaban sambil menyampaikan pandangan-pandangannya.

Agung, yang saat itu hanya mengenakan kaos hitam dan celana panjang berpendat, mahasiswa harus bergerak. Itu karena mahasiswa masih memiliki idealisme yang belum tercampur kepentingan-kepentingan lain dan masih memiliki kebebasan. “Mahasiswa boleh bergerak dalam bidang apapun, belajar segala hal, mengeksplor pengetahuan seluas-luasnya atas nama kebebasan mimbar akademik,” ujar mahasiswa Teknik Geofisika ITB itu.

Seorang peserta berkacamata yang duduk di bangku paling belakang memutuskan untuk bertanya. Ia tertarik pada bahasan kebebasan yang dimiliki mahasiswa. Dengan suara lantang, ia menanyakan kepada pembicara apakah beban akademik termasuk yang membatasi kebebasan mahasiswa. Wisnu yang saat itu memakai sweater biru menanggapi bahwa hal itu seharusnya tidak menjadi halangan. Pergerakan sepantasnya dianggap sebagai kebutuhan pribadi seorang mahasiswa, menurutnya.

Agung seakan ingin menyampaikan kepada peserta, pergerakan tidak harus dengan aksi brutal. “Ada tiga pergerakan mahasiswa saat ini, yaitu karya, sosial masyarakat, dan sosial politik,” ujarnya. Pergerakan karya salah satunya melalui literasi. Wisnu pun sependapat. Menurutnya, literasi dapat menjadi salah satu alat pergerakan mahasiswa untuk menyampaikan gagasannya. “Literasi juga dapat menjadi sarana berpikir kritis tentang keadaan terkini di masyarakat,” ujar mahasiswa Teknik Perminyakan ITB itu.

Setelah diskusi selesai, peserta pun keluar ruangan dan melihat-lihat berbagai karya yang dipajang di meja depan ruangan. Karya-karya tersebut merupakan hasil dari open submission yang diadakan oleh penyelenggara. Karya-karya itu terdiri dari buku kumpulan puisi, buku kumpulan cerita pendek, komik, juga kumpulan foto.

Pamer Karya di Pesta Literasi
Nurina Maretha Rianti, mahasiswi tingkat akhir Sains dan Teknologi Farmasi ITB, menjadi salah satu orang yang mengisi pameran karya di Pesta Literasi 2017. Bukunya yang berjudul Lam, memuat kumpulan tulisan yang ia tulis sejak menjadi mahasiswa ITB. Kumpulan tulisan di buku berwarna putih itu secara beralur menceritakan kehidupan mahasiswa ITB.

Ia memutuskan untuk ikut pamer karya di acara ini karena terinspirasi oleh kakak tingkatnya. “Kak Adit itu orang yang ngajarin aku soal konsistensi nulis. Dulu aku mikirnya, kita nulis harus sebagus mungkin dulu, baru dipublikasikan. Kalau dia enggak, gak peduli sejelek apa tulisannya yang penting konsisten,” tuturnya.

Selain itu, Nurin juga pernah mengadakan acara serupa. “Aku juga pernah ngadain Boulevard's Day dulu. Inti acaranya mau ngembangin jurnalisme warga buat majalah Boulevard, mengajak masa kampus buat menulis. Aku kirim tulisanku ke Pesta Literasi juga sebagai integritas. Kayak aku mengajak orang-orang buat mulai nulis, ya aku juga harus nulis,” tambahnya.

Nurina juga berpendapat bahwa kegiatan seperti Pesta Literasi, penting untuk diadakan. “Biar kita jadi mahasiswa yang aktif menanggapi setiap permasalahan. Tidak selalu berupa tindakan, seminimal-minimalnya berupa tulisan. Tapi lebih dari sekedar untuk mahasiswa, acara ini baik sebagai peringatan agar literasi terus dilestarikan,” ujar mahasiswa yang pernah menjadi Pemimpin Umum Majalah Boulevard ITB itu.

Selain Nurina, masih banyak mahasiswa lain yang memamerkan karyanya. Tidak hanya dari ITB, namun juga dari kampus lain seperti UGM. “Ini tahun kedua Pesta Literasi diadakan, tahun ini kami mengajak pihak luar. Jadi, kami mengadakan open submission bagi siapapun yang ingin karyanya dipamerkan. Tahun ini kami lebih ingin menumbuhkan semangat berliterasi,” kata Andhika Bernad, penanggung jawab acara itu.

Andhika berpendapat bahwa banyak mahasiswa yang membuat karya namun tidak berani untuk pamer. Selain itu, ada juga yang tidak tahu ke mana harus menyalurkan karyanya. Maka dari itu, Pesta Literasi menjadi wadah untuk memfasilitasi karya-karya mereka. Karya yang dikirimkan, kemudian diseleksi dan dicetak oleh penyelenggara. “Sebenarnya gak ada seleksi. Selama karyanya gak ngaco, kami cetak,” tutur Asra Wijaya, pencetak karya. Ia mengatakan bahwa karya-karya itu nantinya akan diarsipkan.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER