Merekatkan Suku dan Budaya

CNN Indonesia
Rabu, 14 Jun 2017 11:35 WIB
Indonesia memiliki suku ragam yang berbeda. Di sarasehan nasional di Bandung, perbedaan itu tampak indah.
Ilustrasi (Foto: Pixabay/Sasint)
Bandung, CNN Indonesia -- Malam itu terdengar alunan musik khas Sunda dengan ciri khas keelokan suara suling bambu dari Aula Pusat Studi Bahasa Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (PSBJ FIB Unpad) yang membuat pendengarnya merasakan suasana tempo dulu. Pandangan saya langsung tertuju pada enam meja bundar beserta kursi yang berbalut kain putih, yang diduduki orang-orang dengan baju adat, ada pula yang memakai alamamater Universitas masing-masing. Merekalah delegasi Sarasehan Nasional 2017 yang berasal dari berbagai penjuru negeri.

Mereka menikmati santapan yang sudah disediakan sambil berbincang satu sama lain. Menjelang pembukaan Program Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah Se-Indonesia (Imbasadi), dua pasang pembicara menginstruksikan kepada seluruh hadirin untuk berdiri dari tempat duduknya dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Hymne Unpad. “Saya harap acara ini dapat lebih membangun jiwa nasionalisme para peserta delegasi,” sambut Presiden Imbasadi Yolandi Dasa N. dalam pidatonya di pembukaan sarasehan itu, beberapa waktu lalu.

Selama satu tahun, Imbasadi memiliki dua program kerja. Di antaranya yaitu Musyawarah Nasional untuk membentuk kepengurusan baru dan memilih Presiden Imbasadi baru yang sebelumnya dilaksanakan di Universitas Indonesia, serta program yang sekarang sedang dilaksanakan. Program tersebut adalah sarasehan, evaluasi kegiatan dan berdiskusi. “Contohnya seperti permasalahan apa saja yang ada di daerah kita terutama di dalam bahasa dan sastra atau sebagainya yang menyangkut budaya,” kata Sandi Setiawan sebagai Ketua Pelaksana Sarasehan Nasional 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Sarasehan Nasional diselenggarakan secara regional. Sejak tahun 2015 Sarasehan pertama kali dihelat di Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Selanjutnya di Universitas Negri Surabaya (UNS), dan kini di Unpad ada 67 delegasi dari dua belas Universitas di Indonesia terdiri dari UPI, Universitas PGRI Semarang, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Lancang Kuning, Universitas Indonesia (UI), Unpad, Universitas Negeri Sebelas Maret, Universitas Flores, Institut Hindu Dharma Negeri, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Hasanudin.

Karpet merah terbentang sepanjang jalan, akan dilewati pasangan setiap daerah untuk melaksanakan upacara adat Mapag Panganten (Sambut Pengantin). Upacara adat yang dilaksanakan ini melibatkan sejumlah pemain gamelan, dan enam penari dengan menari merak adat sunda. Tarian yang menggambarkan gerakan burung merak yang memamerkan keindahan sayapnya.

Penari didampingi tiga pembawa umbul-umbul. Sayangnya sosok yang biasanya menarik perhatian penonton, yakni Ki Lengser atau Mang lengser malah tak bisa datang. Upacara mapag panganten pun tidak berlangsung lama, karena hanya menyambut kedatangan tamu dan mengantarkannya ke panggung. Pertunjukan upacara adat pun mengundang decak kagum para penonton.

“Tariannya menyenangkan sekali, karena selama ini hanya nonton lewat televisi tapi sekarang bisa lihat secara langsung. Begitupun dengan alat musiknya. Kalau di daerah saya sih, ada juga tarian dan alat musik, tapi tidak sama seperti disini. Kelihatannya meriah sekali,” ujar Alfons Tamonob delegasi Universitas Flores.

Karya Tulis Ilmiah Delegasi Sarasehan 2017
Pada pukul sembilan keesokan paginya, rangkaian acara dilanjutkan dengan seminar Nasional di Bale Sawala Rektorat Universitas Padjadjaran bertemakan “Khasanah Budaya Sastra untuk Membangun Jiwa Nasionalisme dalam ke Bhineka Tunggal Ika”. Adapun pembicara seminar ini adalah Dr. Teddi Muhtadin, M.Hum. dengan materi yang berjudul tata krama orang sunda, serta Pemimpin Umum Majalah Manglé, DRS. H. Uu Rukmana, M.SI., yang membahas budaya Sunda.

“Kita bisa mengetahui gambaran tentang adat istiadat sunda, kita bisa tau apa yang menjadi kunci suatu budaya bisa berdiri kokoh, dan bagimana suatu perbedaan itu bisa bersatu dengan perbedaan lainnya,” ucap delagasi UGM Noor Arifah Kusumawardhani.

Selanjutnya perwakilan dari setiap Universitas mempresentasikan karya tulis ilmiah yang dikirimkan delegasi. Dari dua belas Universitas, hanya tujuh yang mengirimkan karya tulis ilmiah. Di antaranya adalah Bondan Ardiansyah dari Universitas Sebelas Maret dengan bahasan “Gugur Gunung dan Masyarakat Jawa dan Kolerasi antara Lagu Gugur Gunung dengan Gotong Royong”. Bondan menyelipkan lirik lagu Gugur Gunung pada karya tulis imiahnya dan mengajak para hadirin untuk ikut bernyanyi, kemudian ia menjelaskan makna dari setiap baitnya.

Presentasi kedua dari Mahasiswa Universitas Flores, Florentina Teme menjelaskan “Nilai Budaya dalam Atraksi Caci Masyarakat Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT)”. Ketiga pembahasan “Sinergisme Pendidikan Terhadap Eksistensi Budaya Lokal” yang di jelaskan oleh Monalisa Ariviana dari Universitas PGRI Semarang.

Setelah itu, mengenai “Budaya Daerah Pembangun Jiwa Nasionalisme” yang dipresentasikan oleh salah satu delegasi dari Unpad. Perwakilan kelima dari UPI membahas “Bambu dari Tanah Sunda yang Menggemparkan Dunia”. Selanjutnya, Eka Suci delegasi dari UI memaparkan karya tulisnya yang berjudul “Wayang sebagai Media Pembelajaran Nilai-Nilai Penunjang dalam Pengimplementasian Prinsip Kebhineka Tunggal Ikaan”, dan yang terakhir Perwakilan dari UNS yang menjelaskan “Pengenalan Karakter Jawa Menggunakan Pakarja pada Anak Usia Dini” serta mempraktikkan permainan Pakarja (Permainan Kartu Kreatif Jawa) bersama empat delegasi yang bersedia untuk mempraktikkan permainan tersebut.

“Mahasiswa diajarkan untuk melestarikan budaya yang ada di seluruh Nusantara. Sehingga pada saat mereka berkumpul bersama, menyatu satu sama lain. Dengan terlaksanakannya acara ini yang diharapkan, budaya yang ada di seluruh nusantara itu bisa diangkat tentunya sebagai generasi penerus harus melestarikan budaya itu agar tidak pudar,” ujar Maria Yulita Dosen Sastra Universitas Flores.

Indonesia, negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Marauke, memiliki suku ragam yang berbeda. Setiap suku dari setiap daerahnya memiliki kebudayaan yang berbeda-beda pula, yang memiliki ciri khas masing-masing. Perbedaan tersebut bukan hal yang membatasi dan menjauhkan antar suku. Melainkan menjadi perekat antar suku, dengan banyaknya budaya yang tersebar di Indonesia, menjadikan negeri ini melimpah akan khasanah kebudayaannya.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER