Bandung, CNN Indonesia -- Kasus bunuh diri kembali marak dibertikan. Angka bunuh diri di Indonesia tak bisa dianggap sepele. Mereka yang melakukan aksi bunuh diri ini dipicu dengan berbagi alasan, yang tak lain adalah Depresi, tidak mendapat pekerjaan, masalah ekonomi, perselingkuhan, dan sebagainya.
Banyaknya masyarakat Indonesia yang melakukan aksi bunuh diri di rumah, apartemen hingga tempat kerja mereka dan ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan. Terdapat bermacam-macam cara yang sering digunakan untuk bunuh diri antara lain: gantung diri, loncat dari gedung tinggi, sampai meminum minuman beracun. Aksi bunuh diri ini dapat dilakukan kapanpun tanpa mengenal waktu.
Aksi bunuh diri itu sendiri merupakan sebuah tindakan yang disengaja dan berujung pada kematian. Ditambah lagi akhir-akhir ini, ketika jumlah peristiwa bunuh diri semakin meningkat dan sering terjadi. Di era media sosial sekarang, ada aksi bunuh diri yang dilakukan dengan maksud ditonton banyak orang.
Bunuh diri yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, seperti Palembang, Jakarta dan Papua terjadi tanpa adanya pikir panjang dari korban. Aksi ini sudah bagaikan bagian dari solusi pada setiap masalah bagi masyarakat yang gegabah. Korban yang melakukan aksi bunuh diri ini selalu terjadi tanpa sepengetahuan orang lain. Ini disengaja agar aksi yang mereka lakukan tersebut berhasil.
Banyak orang yang meremehkan gejala bunuh diri seperti tiba-tiba berubah menjadi sosok pendiam tanpa alasan, dengan pikiran ‘tak mungkin dia bunuh diri, paling hanya galau’, hingga akhirnya semuanya sudah terlambat. Ada juga masyarakat di Indonesia yang menganggap depresi adalah hal yang normal dan dianggap sama saja seperti stres biasa. Padahal, tak hanya stres yang bersifat sementara dan tak terlalu serius, tetapi depresi sudah dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental, dan jika dibiarkan tak jarang berujung pada percobaan bunuh diri.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Kota Bandung, Jawa Barat, dua orang kakak adik bunuh diri dengan terjun bebas dari apartemen Gateway, Cicadas, lantai 7. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah masalah depresi.
Beban kerja yang terlalu berat juga menjadi faktor penyebab seseorang bunuh diri. Seperti yang terjadi pada Inao Jiro, Pria asal Jepang yang bekerja sebagai Manager artis JKT48 ditemukan gantung diri di kamar madinya. Penyebab bunuh dirinya ini dikarenakan beban pekerjaan yang sangat berat yang diterima oleh Inao Jiro. Kejadian ini berlangsung di Jakarta tepat di kediaman Inao Jiro.
Stres dan depresi lagi-lagi menjadi penyebab utama seorang pria asal Palembang melakukan aksi bunuh diri dengan menggantung diri. Pria asal Palembang, Radius (29) mengalami stres karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaannya di Jakarta sehingga ia melakukan bunuh diri.
Penyebab lainnya adalah cekcok mulut atau masalah antar suami istri yang terjadi di Papua. Sang suami nekat melakukan aksi bunuh diri dengan mengantung dirinya di dekat tempat penampungan air. Sang suami tersebut melakukan aksinya ini dikarenakan sempat terjadi pertengkaran dengan sang istri.
Di Jakarta, seorang pria melakukan aksi bunuh diri Live di Facebook. Pria yang dikenal dengan nama Indra melakukan aksinya tersebut dikarenakan istrinya meninggalkannya. Ia melakukan aksi bunuh diri secara live bertujuan untuk memberi ‘kenang-kenagan’ terakhir untuk istrinya.
Menurut Ida Rochmawati, Dokter spesialis kejiwaan, bunuh diri merupakan gangguan mental yang akut. Jika tidak ditangani dengan maksimal, sangat memungkinkan warga yang mengalami gangguan mental kuat tersebut memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Ida juga memaparkan sebuah teori, berdasarkan penelitian bidang sosial dan kepribadian yang menyatakan bahwa beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan yang kuat untuk lari dari kesadaran diri yang menyakitkan. Lari dari realitas boleh jadi merupakan pilihan yang dapat ditoleransi ketimbang terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan. Sehingga nampaknya bunuh diri merupakan jalan pembebasan dari penderitaan.
Seorang Dosen Psikologis dari Universitas Padjadjaran, Drs. Achmad Djunaidi, M.Si. juga mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai dua dorongan buta. Pertama disebut dorongan untuk hidup termasuk cinta, kasih sayang. Kedua adalah dorongan untuk mati yang disebut matido dorongan untuk menyerang, berkelahi, dan melukai, termasuk melukai diri sendiri. Bunuh diri termasuk melukai diri sendiri menghilangkan nyawanya sendiri.
Berita bunuh diri memang kerap menyesakkan dada. Apalagi jika pelakunya berusia muda, bahkan masih anak-anak. Di tengah impitan masalah ekonomi dan sosial, tampaknya tindakan bunuh diri dipilih sejumlah orang sebagai jalan pintas yang paling mudah bahkan dianggao sebagai solusi.
Di Indonesia, perilaku bunuh diri dilakukan oleh remaja sampai dewasa. Menurut data statistik bahwa tahun 2012 sedikitnya terdapat 312 kasus. Kasus yang menjadi pemicu di antaranya karena masalah putus cinta sebanyak 13 kasus, 7 kasus masalah ekonomi, 8 kasus ketidak harmonisan keluarga dan 3 kasus akademis.
Kita semua tahu bahwa bunuh diri merupakan hal yang tidak patut untuk dicontoh. Banyak dari kita berpendapat bahwa mengapa mereka harus bunuh diri padahal jelas-jelas itu tidak baik, dan di agama manapun tidak ada yang mengajarkan bahwa bunuh diri itu baik. Tapi di sisi lain kadang kita sendiri tidak mencegah bunuh diri tersebut. Kita hanya bisa mengatakan dengan gampang tapi tanpa melakukan aksi.
Bahkan menurut saya kasus bunuh diri juga tidak hanya dipengaruhi oleh masalah psikis dari pelaku, melainkan dari media sossial. Di era serba instan ini semuanya kita bisa dapatkan dengan mudah. Berbelanja apapun bisa menggunakan aplikasi, bahkan jika ingin belajar masak atau makeup semua sudah tersedia dia YouTube. Di media massa cetak maupun online mereka cenderung memberitakan hal-hal yang negatif dan secara tidak sadar media melakukan pengarahan tentang hal-hal positif pun kurang.
Kadang saya khawatir ketika saya baca di media massa baik cetak maupun online terlalu banyak menonjolkan hal-hal negatif. Kalau sekarang banyak kelihatan marak bunuh diri mungkin juga terjadinya karena merasa kurang dihargai. Jadi yang kita harus bangun adalah saling menghargai antar manusia. Tidak hanya media, tapi mungkin tuntutan yang salah, misalnya tuntutan ekonomi yang berlebihan. Tapi pergeseran sosial ini sudah terlihat terlalu besar. Kalau kita pakai tidak pakai istilah-istilah kata ‘gaul’ kita dibilang kuno. Mungkin contoh yang paling baik adalah dalam penggunaan bahasa yang baik digeserkan oleh bahasa-bahasa yang popular.
Sebenarnya bunuh diri itu terjadi karena gabungan-gabungan faktor yang sudah lama terimbun. Seperti ketika mengalami depresi kemudian ditambah dengan kuranganya iman dalam beribadah dan ditambah lagi dengan maraknya diberitakan kasus bunuh diri di media. Semua faktor tersbut tergabung dalam diri pelaku dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Dari semua kasus bunuh diri baiknya dicegah dari diri kita sendiri dahulu. Seperti harus peka terhadap gejala-gejala bunuh diri untuk bisa mencegah orang-orang sekitar kita melakukan hal tersebut. Kemudian dari sekolah dan perguruan tinggi juga memainkan peranan penting dalam mencegah perilaku bunuh diri pada anak. Seperti memberikan pendidikan keterampilan hidup, dengan dikombinasikan latihan pemecahan masalah yang konkret, hal ini berguna untuk membangun jiwa positif pada anak muda.
Kemudian pemerintah harus meningkatkan standar keamanan tempat-tempat umum yang sering dijadikan tempat untuk melakukan aksi bunuh diri. Hal ini merupakan bentuk pencegahan atau pengurangan resiko (mitigasi) kecelakaan maupun upaya bunuh diri yang dilakukan seseorang. Melakukan kampanye pencegahan bunuh diri, dapat berupa iklan layanan masyarakat, yang mengajak orang-orang untuk lebih perhatian terhadap keluarga, kerabat, dan teman. Hal ini juga melibatkan peran dunia pendidikan, tokoh agama, politisi, dan lingkungan/keluarga terdekat.