Pontianak, CNN Indonesia -- Propinsi Kalimantan Barat terletak di bagian Barat Pulau Kalimantan atau di antara garis 2°08 LU dan 3°05 LS serta diantara 108°0´ BT dan 114°10´ BT. Pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya perikanan laut (Perikanan Tangkap) hingga saat ini masih didominasi oleh usaha perikanan rakyat yang umumnya memiliki karakteristik: skala usaha kecil, aplikasi teknologi yang sederhana, jangkauan operasi penangkapan yang terbatas di sekitar pantai dan produktivitas yang relatif masih rendah.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2011), tingkat pemanfaatan ikan demersal di wilayah Laut Cina Selatan yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Barat baru mencapai 42,8% dengan peluang pengembangan sebesar 47,2% dari potensi sebesar 655,65 ribu ton/tahun. Hal ini berarti bahwa Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah perairan yang termasuk kategori masih sangat potensial untuk ditingkatkan produksinya.
Pemanfaatan potensi penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan di perairan Pulau Lemukutan Provinsi Kalimantan Barat salah satunya adalah dengan menggunakan bubu untuk menangkap ikan dasar dan masih bersifat tradisional, di mana alat penangkapan bubu dasar tersebut terdapat hanya satu bahkan dua pintu masuk, terbuat dari bambu kerangka kayu dan sering rusak akibat diterpa arus laut dan sering terjadi kerusakan pada bambu pada saat bubu dasar tradisional tersebut diangkat ke permukaan. Tentunya hal ini berakibat hasil tangkapan tidak optimal dan para nelayan mengalami kerugian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu para nelayan tidak pernah mengetahui apakah upaya penangkapan dengan menggunakan bubu dasar yang mereka lakukan menghasilkan keuntungan atau mengalami kerugian. Sebab para nelayan tidak penah melakukan perhitungan atau analisis mengenai usaha yang mereka lakukan.
Penelitian yang di Tim Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak ini cukup beralasan, karena alat tangkap bubu dasar tradisional yang umumnya dioperasikan di perairan Pulau Lemukutan hanya memiliki satu atau dua pintu masuk.
Bubu yang telah dimodifikasi memiliki 8 dan 6 pintu masuk sehingga peluang ikan yang akan masuk akan semakin besar dan konstruksi bubu dasar yang telah dimodifikasi akan lebih sangat kuat karena badan bubu terbuat dari jaring Polyethylene (PE) ukuran mata jaring 2,5 inci dan kerangka terbuat dari pipa paralon berukuran 1,25 inci di mana pada bagian dalam rongga pipa paralon tersebut dipadati dengan cor semen yang berfungsi untuk memperkokoh kerangka dan tidak mudah patah serta mudah ditengelamkan.
“Kami dari Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontinak, berupaya untuk memberikan ilmu kepada masyarakat nelayan di pulau Lumukutan,” kata Ketua Tim, Ho Putra Setiawan, S.Pi, MT.
Dengan memodifikasi bubu dasar diharapkan penghasilan para nelayan meningkat. Penelitian ini sudah dilakukan sejak awal Juli dan direncanakan selesai akhir Agustus 2017.
Masyarakat di pulau Lumukutan menyambut baik upaya Tim itu melakukan modifikasi bubu. “Kami berharap Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus mendukung usaha kami,” ujar Ho Putra Setiawan.
 Contoh bubu tradisional, seperti yang dipakai nelayan di Tangerang. (Antara Photo/Lucky R) |