Resensi Buku: Menyambut Memori dengan Secangkir Kopi

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 30 Nov 2017 14:27 WIB
Satu racikan kopi dengan lainnya, pasti berbeda, unik, dan milik mereka pribadi. Seperti sebuah kisah kehidupan yang berjumpa dan akhirnya kembali pergi.
IIustrasi (Foto: IT-STUDIO/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- • Judul : Caffe 0419
• Penulis : December Daisy
• Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama – M&C
• Cetakan : 2017
• Tebal : 224 halaman
• Harga : Rp 48.000

Hiruk pikuknya hidup, kadang menyita manusia pada deraian emosi yang menjadi memori tersendiri. Hidup kadang tidak sesuai dengan apa yang dimaui orang. Akan tetapi, kehadiran cobaan dan luapan emosi ini membentuk diri seseorang melalui tiap lembarannya, yakni memori. Seperti pahitnya secangkir kopi, makna hidup lainnya tergores. Satu racikan kopi dengan lainnya, pasti berbeda, unik, dan milik mereka pribadi. Seperti sebuah kisah kehidupan yang berjumpa dan akhirnya kembali pergi.

Mooyoung, seorang pria berusia 23 tahun yang akhirnya memutuskan menjual bangunan peninggalan kedua orang tuanya. Meski merupakan peninggalan terakhir orang tuanya, ia hanya mengharapkan agar bangunan itu dapat pergi membebaskannya dari masa lalu yang mengikat. Rasa gelisah terus menghantui Mooyoung yang terus menatap layar pada iklan properti miliknya. Kegelisahan itu semakin menjadi ketika ia mendapatkan e-mail balasan dengan judul ‘Tertarik dengan iklan itu’.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Mooyoung berjalan kembali saat menghampiri bangunan tua untuk bertemu pemilik akun e-mail tersebut. Nyatanya, di bangunan tersebut, tepat di lantai itu, berdirilah sebuah kedai kopi. Mengapa? Ada yang aneh, kata Mooyoung.

Bersikeras atas kepemilikannya terhadap bangunan tersebut, Mooyoung berhadapan dengan Jang Hyeonmoo, beserta istrinya Jang Jooyoung, dan Ayah kandungnya Jang Mansoo. Tiga anggota keluarga ini juga menyatakan kepemilikannya atas bangunan itu. Namun, perasaan apa yang akhirnya memutarbalikkan waktu ini?

Buku yang menghadirkan sajian secangkir kopi sebagai cover-nya, diikuti pula dengan judul bab yang identik dengan kopi. Buku yang terdiri dari enam belas bab ini, seakan mengikuti proses pembuatan kopi atau langkah-langkah menyeduh kopi.

Bab pertamanya membuka singkat tentang protagonis, Mooyoung, di kala mudanya dengan judul bab Pre-Heat. Bab terakhir yang juga mewakili bab lainnya, diakhiri dengan kata drop atau dalam bahasa Indonesianya berarti tetesan air. Sebagaimana dalam pembuatan kopi, bab terakhir dengan judul Last Drop menutup kisah Mooyoung hingga tetes terakhir.

Buku dengan soft-cover ini tidak mengungkap banyak isinya melalui sinopsis, yang dapat ditemui di belakang buku. Sinopsis yang dihadirkan hanya memberikan informasi sedikit tentang apa yang akan terjadi dalam kisah hidup Mooyoung. Dapat dikatakan pula, sinopsis ini hanya menghadirkan momen terpenting buku tanpa membongkarnya terlalu luas.

Kehadiran pertanyaan-pertanyaan di akhir sinopsis ini cukup menarik, karena ikut membeberkan beberapa sajian penting terkait kisah dalam novel dengan genre slice of life atau potongan kehidupan, yang kental sekali, seperti kopi, dengan budaya Korea. Satu pertanyaan yang terlontar pada sinopsis ini, dapat membuat pembacanya jadi ikut penasaran.

Singgungan budaya Korea mungkin sudah terlihat jelas dari nama protagonis novel Caffe 0419 ini. Tiap lembar atau halaman pertama yang memuat istilah Korea, diikuti pula dengan catatan kakinya, sehingga memudahkan pembaca yang mungkin sedikit asing dengan istilah tersebut, dapat memahami makna dan percakapan yang dihadirkan penulis.

Budaya Korea juga tidak hanya dihadirkan dalam istilahnya saja, tetapi juga dari bagaimana penulis mengambarkan keadaan nyata Korea, tepatnya Seoul. Tempat-tempat terkenal juga dihadirkan dalam buku, yang akhirnya membentuk suasana sesungguhnya. Kehadiran pengambaran ini mampu menghanyutkan pada suasana yang dibangun.

Alur kisah yang dibangun juga sebenarnya tidaklah rumit. Namun, kehadiran jati diri Mooyoung dan beberapa kisah selipan yang hadir akan membentuk alur mundur dan kemudian maju. Gejolak perubahan ini dapat dirasakan cepat, sehingga sedikit diperlukan kejelian tersendiri bagi pembaca untuk dapat memilah kisah yang dihadirkan. Jangan akhirnya malah terperangkap dalam memori yang ingin dibangun oleh kisah novel ini.

Kekurangan novel dengan sudut pandang orang ketiga ini juga lahir dari karakternya sendiri. Meskipun, suasana keadaan Korea Selatan dibangun baik oleh penulis, pengambaran pada karakternya sangat minim. Kalimat yang menjelaskan rupa karakter atau ciri khas ini tidak begitu dihadirkan. Namun, hal ini mungkin dipandang baik bagi pembaca yang mudah mengkhayalkan rupa tiap karakternya sendiri.

December Daisy bukanlah nama asli penulis novel ini. Penulis yang bernama lengkap Deasy Serviana ini memang menghadirkan kesukaannya terhadap Korea pada tulisannya. Ia sudah dikenal sebagai salah satu fans aliran musik pop Korea yang disingkat K-Pop. Dengan penggambaran diri yang suka travelling tetapi malas keluar rumah, sebenarnya Daisy sudah menyukai menulis. Karya pertamanya yang berjudul Keobuki & Mr. Visual, mengawali kariernya. Uniknya kedua buku karya December Daisy ini, dirilis pada tahun yang sama, yakni 2017.

Keobuki & Mr. Visual merupakan novel yang rilis pada bulan April 2017, selang dua bulan dari rilisnya novel Caffe 0419. Kehadiran dua karya yang rilis dalam jeda singkat ini dikarenakan tempat penerbit keduanya berbeda. Meskipun tempat penerbitannya berbeda, tidak dapat ditemukan perbedaan yang signifikan pada kedua buku. Mungkin hanya ukuran buku dan jumlah halaman secara fisik yang berbeda. Segi kisah yang ditampilkan pada Keobuki & Mr. Visual sangatlah kental dengan budaya Korea, dengan latar tempat yang sama, yakni Seoul. Namun, ibu kota Korea Selatan ini hadir dalam kisah dan suasana yang berbeda dalam karya December Daisy yang pertama ini.

Jang Hye Mi, tokoh utama novel Keobuki & Mr. Visual merupakan mahasiswi Universitas Nasional Seoul yang masih gundah pada apa yang akan ia lakukan seusai lulus nanti. Namun, Pertemuannya dengan seorang visual member yakni Hyun Soo dari grup idol Achanés mengubah segalanya. Melalui penjelasan singkat ini, kita dapat melihat perbedaan tema yang dihadirkan.

Genre pada novel ini utamanya adalah kisah romantis. Akan tetapi, ciri khas penulis yang tetap menuangkan genre potongan kehidupan, masih dapat dinikmati dalam balutan tiap babnya yang mengantarkan sang tokoh utama untuk dapat memaknai hidupnya. Kelebihan dan kerugian kedua buku ini tidak berbeda jauh, sehingga kedua buku ini dapat dinikmati secara imbang.

Bersamaan dengan ciri judul babnya, sebuah kalimat manis mengakhiri kisah protagonis kita dengan "Every drop is a memory". Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut diartikan sebagai "Tiap tetesnya adalah memori". Memori merupakan sesuatu yang ada dan hadir dalam tiap kehidupan manusia, meski memori itu mungkin dapat menghangatkanmu dan melukaimu.

Tiap memori tetaplah bagian dirimu. Pesan penting inilah yang ingin dihadirkan penulis dalam buku ini. Dengan kembali menatap kisah Mooyoung, penulis berharap agar pembacanya dapat menghargai setiap momen kehidupan yang akhirnya berbuah menjadi memori.

Bahasa yang keseharian, namun cukup baku ini akan mengantarkan kamu, bagi pecinta novel dengan cerita yang ringan. Genre yang diangkat dalam buku ini juga dekat bagi kamu yang ingin tenggelam dalam memori kehidupan. Cocok bagi remaja yang ingin mencari selingan bacaan, dan bagi kamu juga pecinta budaya Korea. Banyak sekali kedekatan yang dapat kamu temukan dalam kisah secangkir kopi ini. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER