Menariknya Tradisi Ukiran Suku Asmat

Hari Suroto | CNN Indonesia
Jumat, 23 Feb 2018 10:09 WIB
Suku Asmat di pesisir selatan Papua sangat terkenal dengan seni ukir yang sangat artistik.
Foto: AFP PHOTO / BAY ISMOYO
Jayapura, CNN Indonesia -- Suku Asmat di pesisir selatan Papua sangat terkenal dengan seni ukir yang sangat artistik. Seniman terkenal Eropa, seperti Picasso dan Matisse sangat mengagumi ukiran Asmat.

Sebelum mengenal logam, Suku Asmat secara tradisional mengukir kayu dengan pahat yang terbuat dari rahang buaya atau tulang burung kasuari. Penggunaan pahat dari tulang, hanya mampu menghasilkan cungkilan tidak dalam dan hanya jenis-jenis kayu yang tidak keras yang bisa diukir.

Penyelesaian akhir dan penglicinan permukaan ukiran dikerjakan dengan pinggiran kulit kerang. Pewarnaan ukiran menggunakan kulit kerang yang dibakar untuk menghasilkan warna putih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warna merah dihasilkan dari tanah liat kuning yang dibakar atau sari dari kulit bakau. Untuk bahan warna hitam dipakai bubuk arang kayu. Bahan-bahan warna tersebut dilarutkan dengan air.

Mengukir dengan pahat tulang berubah ketika mulai dikenal logam, dan Suku Asmat sangat menggemari logam terutama besi karena logam jauh lebih keras daripada tulang. Logam menghasilkan cungkilan lebih dalam, ukiran yang halus, dan lebih banyak jenis-jenis kayu keras yang bisa diukir.

Suku Asmat menyebut ukiran dengan besi disebut wow seh (hiasan besi). Logam pertama kali diperkenalkan pada Suku Asmat pada 10 Oktober 1904, ketika kapal Flamingo berlabuh di pantai Asmat, awak kapal melakukan tukar menukar dengan suku Asmat.

Kaleng-kaleng bekas, pisau dan kapak besi ditukar dengan dayung, anak panah, tombak dan perisai. Kegemaran Suku Asmat terhadap logam untuk mengukir, tergambarkan dalam tahun 1930, ketika suatu kelompok Suku Asmat dengan perahu-perahu dan bersenjatakan tombak, perisai, busur dan panah, menyerang sebuah perkampungan di daerah perbatasan dengan Mimika.

Mereka merusak dan mengobrak-abrik bangku dan meja sekolah milik gereja hanya untuk mengambil paku-pakunya. Dengan paku-paku besi tersebut mereka hanya mengenal satu kegunaannya yaitu untuk dijadikan pahat. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER