Sejarah Perang Jawa, Pertempuran yang Dipimpin Pangeran Diponegoro
Perang Jawa adalah salah satu perang besar yang terjadi untuk melawan penjajahan Belanda. Perang ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
Sejarah Perang Jawa atau dikenal juga dengan sebutan Perang Diponegoro bermula dari kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels di Batavia pada 1808.
Disebut Perang Diponegoro karena perlawanan ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Sementara sebutan Perang Jawa karena peristiwa ini terjadi di Tanah Jawa.
Perang Jawa sendiri berlangsung selama lima tahun, yakni mulai 1825 hingga 1830. Perang ini terjadi karena Pangeran Diponegoro tidak setuju dengan campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.
Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan mengenai sejarah Perang Jawa berikut ini yang dihimpun dari berbagai sumber.
Sejarah Perang Jawa
Dikutip dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, selain karena Pangeran Diponegoro tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan, ada beberapa pemicu lainnya.
Pertikaian dan perseteruan Kerajaan Jawa dengan Belanda dimulai saat kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels di tanah Jawa tepatnya di Batavia pada 5 Januari 1808.
Sebagai utusan yang dikirim Perancis, Belanda ditugaskan mempersiapkan Jawa sebagai basis pertahanan Perancis melawan Inggris.
Namun cara Daendels memerintah dianggap tidak berbudaya dan melanggar tata krama yang menimbulkan kemarahan dari keraton. Daendels sering meminta akses pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan rakyat Jawa dengan tekanan kekuatan militer.
Daendels bahkan memaksa para penduduk Jawa membangun jalur transportasi dari Anyer hingga Panarukan.
Terlebih setelah kematian Sri Sultan Hamengkubuwana I menjadi peluang bagi kolonial Hindia Belanda memperkuat pengaruhnya di tanah Jawa khususnya di kalangan Kerajaan Jawa.
Pangeran Diponegoro baru menaruh perhatian kepada keraton saat Belanda mulai banyak mencampuri urusan internal keraton, masalah pungutan pajak yang tinggi kepada para petani.
Kemudian, puncak kemarahan sang pangeran terjadi saat makam leluhurnya akan dibongkar untuk dijadikan jalan.
Sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.
Van der Capellen kemudian mengeluarkan dekrit pada 6 Mei 1823 yang menyatakan bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824.
Namun, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan Eropa. Pangeran Diponegoro membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan dengan membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.
Kekecewaan Pangeran Diponegoro juga semakin memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Beliau kemudian bertekad melawan Belanda dan menyatakan sikap perang.
Penyebab Perang Jawa
Rencana pembangunan jalur transportasi yang melewati makam leluhur dan kediaman neneknya membulatkan tekad Pangeran Diponegoro untuk berperang dengan Belanda.
Perang terbesar di Pulau Jawa ini dimulai pada 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro dan pasukannya bergerak ke arah selatan dan membangun basis militer di Gua Selarong yang terletak 5 kilometer dari arah Kota Bantul.
Peristiwa sejarah Perang Diponegoro itu berhasil meraih simpati rakyat. Selama masa peperangan, rakyat turut berjuang bersama melawan Belanda.
Aksi heroik Pangeran Diponegoro juga mendapat simpati dari kalangan bangsawan lainnya dan pejuang lainnya seperti Kyai Mojo, Sentot Prawirodirdjo, dan Kerta Pengalasan.
Strategi gerilya yang diterapkan Pangeran Diponegoro berhasil mengecoh Belanda dan membuatnya licin sulit tertangkap.
Dampak Perang Jawa
Perang Jawa yang terjadi selama lima tahun ini telah menelan korban tewas sebanyak 200 ribu jiwa penduduk Jawa. Sementara korban tewas di pihak Belanda diperkirakan berjumlah 8 ribu tentara Belanda dan 7 ribu serdadu pribumi.
Selain melawan Belanda, perang ini juga merupakan perang (sesama) saudara antara orang-orang Keraton yang berpihak pada Diponegoro dan yang anti-Diponegoro (antek Belanda). Akhir perang ini menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.
Pada 1832 seluruh raja dan bupati di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda kecuali bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat III.
Ia justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota karesidenan Madiun dan di Jawa Tengah seperti Wonogiri, Karanganyar yang banyak dihuni oleh Warok.
Demikian sejarah Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Selamat belajar!
(juh)