IRR atau Internal Rate of Return adalah besarnya tingkat pengembalian modal yang digunakan untuk menjalankan sebuah usaha atau bisnis.
IRR juga dapat digunakan untuk mengukur pemanfaatan modal untuk menghasilkan laba usaha. Hal ini membuat IRR menjadi tolok ukur yang penting untuk menilai suatu bisnis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, apa fungsi IRR dan bagaimana contoh perhitungannya? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari buku Studi Kelayakan Bisnis (2014) oleh Danang Sunyoto.
Internal Rate of Return atau disingkat menjadi IRR adalah indikator dalam keuangan yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian modal yang digunakan untuk menjalankan usaha.
Jika suatu usaha memiliki nilai IRR yang lebih besar dari bunga pinjaman atau kredit bank yang menjadi sumber modal usaha, maka usaha tersebut layak untuk diberi pinjaman.
Sebaliknya, jika nilai IRR suatu usaha lebih kecil dari bunga kredit bank, maka usaha tersebut tidak layak mendapat pinjaman dari bank.
Artinya, IRR merupakan indikator keuangan yang sangat penting untuk menganalisis kesuksesan suatu usaha ke depan agar bisa mendapatkan investasi, termasuk dalam bentuk kredit bank.
Berikut fungsi IRR dalam perhitungan bisnis.
Setelah mengerti bahwa Internal Rate of Return adalah tingkat pengembalian modal pada suatu usaha, lantas apa saja kelebihan dan kekurangan IRR?
Kelebihan IRR adalah dapat digunakan sebagai indikator yang jelas untuk mengetahui kelayakan pendanaan atau investasi terhadap suatu usaha.
Sebab, metode IRR mempertimbangkan setiap arus kas yang ada dan mempertimbangkan konsep time value of money dan risiko arus kas masuk di kemudian hari untuk pengembalian modal investasi.
Namun, ada pula kekurangan IRR, yaitu perhitungannya bersifat estimasi sehingga tidak terlalu tepat. Selain itu, metode IRR hanya bisa menunjukkan hasil maksimal ketika suatu investasi memiliki capital berupa rasio.
Berikut rumus untuk menghitung besaran Internal Rate of Return.
Rumus lain dari IRR sebagai berikut.
i1: tingkat diskonto yang menghasilkan NPV positif
i2: tingkat diskonto yang menghasilkan NPV negatif
NPV1: Net Present Value positif
NPV2: Net Present Value negatif
Perlu diketahui, tingkat diskonto adalah potongan atau bunga yang harus dibayar oleh orang yang menjual wesel atau surat dagang sebelum waktunya.
Sementara NPV adalah selisih antara nilai arus kas yang masuk dengan nilai arus kas keluar pada periode waktu tertentu.
Berikut contoh perhitungan IRR dalam suatu usaha.
Diketahui:
Seorang pengusaha mengeluarkan modal senilai Rp25 juta untuk usaha yang baru dirintisnya. Menurut estimasinya, usaha tersebut akan mendatangkan laba senilai Rp4 juta.
Ditanya:
Berapa IRR usaha tersebut? Apakah usaha tersebut layak mendapatkan pinjaman atau kredit bank jika bunga yang ditawarkan sebesar 12 persen?
Jawab:
IRR = (Laba usaha : Modal sendiri) x 100%
= (4.000.000 : 25.000.000) x 100%
= 16% per tahun
Jadi, usaha dengan modal Rp25 juta itu dapat mendorong usaha untuk menghasilkan laba sebesar 16 persen per tahun.
Artinya, IRR usaha tersebut yang sebesar 16 persen lebih tinggi dari bunga kredit bank sebesar 12 persen per tahun, sehingga usaha tersebut layak diberikan kredit.
Diketahui:
Sebuah perusahaan mengusulkan nilai investasi sebesar Rp150 juta dengan asumsi akan menghasilkan arus kas sebesar Rp30 juta selama lima tahun.
Perusahaan mengasumsikan IRR sebesar 15 persen dengan nilai NPV1 sebesar Rp720 ribu dengan diskonto sebesar 10 persen dan NPV2 sebesar Rp8 juta dengan diskonto sebesar 12 persen.
Ditanya:
Apakah IRR tersebut sesuai dan usaha layak mendapat investasi?
Jawab:
IRR = i1 + (NPV1 : NPV1 + NPV2) x (i2 - i1)
= 10% + (Rp720 ribu : (Rp720 ribu + Rp8 juta) x (12% - 10%)
= 10% + (0,08%) x (2%)
= 10% + 0,16%
= 10,16%
Jadi, hasil perhitungan IRR sebesar 10,16% lebih kecil dari asumsi IRR dari perusahaan sebesar 15%. Artinya, usaha tersebut tidak layak mendapatkan investasi.
Itulah penjelasan mengenai Internal Rate of Return adalah tingkat pengembalian modal usaha. Semoga bermanfaat.
(uli/fef)