Kenaikan Harga BBM Bikin Miskin Hanya Mitos

CNN Indonesia
Minggu, 07 Sep 2014 15:19 WIB
Pengamat ekonomi Faisal Basri menganggap kenaikan harga bahan bakar minyak bukan faktor yang memiskinkan rakyat Indonesia. Justru, tingginya kenaikan harga beras dan rokok menjadi faktor pemicunya.
d
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat ekonomi Faisal Basri menganggap kenaikan harga bahan bakar minyak bukan faktor yang memiskinkan rakyat Indonesia. Justru, tingginya kenaikan harga beras dan cukai rokok menjadi faktor pemicunya.

"Jadi kalau dibilang kenaikan harga BBM memiskinkan, itu hanya mitos," kata Faisal dalam diskusi bertema 'Subsidi BBM, Solusi atau Masalah?' di Jakarta, Minggu (7/9).

Menurut dia, berdasarkan data pada 2008 hingga 2014, kenaikan bensin hanya 8,3 persen dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500 per liter. Sedangkan kenaikan harga beras pada rentang tahun tersebut sebesar 75,8 persen dari rata-rata Rp6.441 menjadi Rp11.321 per kilo gram.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, kenaikan harga beras itu justru tidak dinikmati oleh petani melainkan pedagang. Hal ini yang memicu meningkatnya angka kemiskinan. "Jadi turunkanlah harga beras. Lalu menaikkan cukai rokok dua kali lipat, dan menjauhkan orang miskin dari rokok," kata Faisal.

Isu kenaikan BBM bersubsidi akan memiskinkan, menurut dia, justru dihembuskan oleh kalangan menengah yang banyak menikmati subsidi dibandingkan kalangan masyarakat kebawah. "Garis kemiskinan itu dibuat berdasarkan kebutuhan makanan 2200 kkal per hari, perumahan pendidikan dan kesehatan. Mana yang paling menetukan BBM atau beras?," 

Faisal menilai kenaikan harga BBM bukan satu-satunya solusi untuk mengurangi defisit. Menurut dia meski pemerintah menaikkan harga BBM, negara akan tetap mengalami defisit neraca perdagangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) defisit neraca perdagangan hingga Juli 2014 mencapai US$ 1,02 miliar. Padahal neraca perdagangan non migas surplus.

Defisitnya neraca perdagangan akibat impor minyak yang berlebihan disebabkan semakin besarnya konsumsi BBM dalam negeri. Sementara produksi cadangan minyak kian menurun. "Produksi 800 ribu barel per hari, turun. Konsumsi premium naik terus dari 19 juta kilo liter pada 2008, lima tahun kemudian menjadi 28,9 juta kilo liter," kata Faisal.

Konsumsi BBM yang berlebihan, menurut Faisal, tak lepas dari murahnya harga bahan bakar bersubsidi yang hanya Rp 6.500 per liter untuk premium dan Rp 5.500 untuk solar. Hal ini membuat negara harus menanggung beban subsidi yang kian meningkat hingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Apalagi kalau tidak dinaikkan," kata dia.

Keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi. kata dia, sebaiknya dilakukan bulan ini oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab inflasi September relatif lebih rendah dibandingkan akhir tahun. Namun, jika SBY memastikan tidak akan menaikkan harga BBM, presiden terpilih Joko Widodo harus menaikkan harga sedikitnya Rp 3.000 per liter pada Februari 2015. "Opsi nya itu pertama SBY naikkan Rp 1.500 September ini, Jokowi naikkan Rp 1.500 lagi di bulan Februari," ujar dia.

Jika SBY bisa menaikkan harga BBM bersubsidi hingga Rp 1.800 per liter di akhir masa jabatannya, maka negara bisa menghemat sebesar Rp55 triliun. Sedangkan Jokowi, keputusan menaikkan harga BBM paling lambat Februari mendatang. "Kalau enggak, ini akan tambah jadi kanker ke anggarannya," kata Faisal.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER