Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pihak mendesak pemerintahan baru Joko Widodo - Jusuf Kalla untuk membenahi tata kelola minyak dan gas nasional yang semrawut. Langkah ini diharapkan dapat menarik minat investor agar mau menanamkan modalnya untuk sektor migas.
Wakil Ketua Indonesian Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah mengungkapkan ini dilakukan guna mendukung pemanfaatan energi nasional secara berkesinambungan. "Caranya dengan menambah insentif bagi investor karena urusan ini merupakan bisnis dan sumber pendapatan negara," ujar Sammy disela diskusi Menata Kembali Tata Kelola Kebijakan Migas, Senin (8/9).
Pemerintah yang akan datang, menurut dia, juga harus mengurangi pajak dalam kegiatan eksplorasi hingga eksploitasi. Saat ini, terdapat 67 perijinan yang harus dipenuhi investor dalam kegiatan eksplorasi hingga eksploitasi migas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan skema yang panjang, kata dia, investor menjadi enggan berinvestasi di sektor eksplorasi migas. Nilai investasi migas untuk ladang minyak darat (on shore) saat ini sekitar US$ 10 juta sampai US$ 20 juta sedangkan eksplorasi di laut lepas (off shore) membutuhkan investasi hingga US$ 100 juta. "Jangan heran kalau cadangan migas terbukti Indonesia tinggal 3,6 miliar barel dan akan habis 9-10 tahun kedepan. Padahal dari sana pendapatan negara diatas Rp 300 triliun" katanya.
Di tempat yang sama, pengamat energi dan perminyakan Kurtubi mengatakan pemerintahan Jokowi-Jk harus berani mencabut undang-undang Migas No 2 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Dengan begitu, investor berani dan mau menanamkan uangnya di sektor tersebut.
Kurtubi mengatakan UU Migas dinilai bersifat
lex specialis yang cenderung menekan kepentingan investor namun tak bermanfaat banyak bagi negara. "Ada yang menghitung potensi migas nasional berkisar 50 miliar sampai 90 miliar barel. Karena semerawutnya tata kelola dan UU migas yang tidak beres, investor pun jadi malas berinvestasi," tutur dia.