Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendesak pemerintah daerah untuk mencabut izin perusahaan tambang yang tidak membayar royalti, pajak dan biaya reklamasi. Langkah itu diperlukan untuk memberi efek jera bagi perusahaan yang merugikan negara.
"Tenggat waktu untuk perusahaan sampai akhir tahun ini. Kalau belum juga akan ada konsekuensi yang tegas dari pemerintah pusat," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara R Sukhyar di Jakarta, Selasa (16/9).
Rencana pencabutan izin perusahaan tambang semula berawal dari pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memperkirakan kerugian negara dari macetnya pembayaran royalti dan pajak mencapai Rp 10 triliun per tahun. Padahal, jika seluruh perusahaan tambang membayar royalti dan pajak, Pemerintah akan mendapat tambahan pemasukan hingga Rp 15 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Sukhyar meminta Pemda untuk memverifikasi ulang izin-izin yang sudah dikeluarkan kepada perusahaan tambang, baik izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Kontrak Pertambangan (KP). "Agar tercatat detil. Pemerintah ingin verifikasi IUP dan KP, diharapkan selesai tahun ini," tuturnya.
Sebelumnya Ketua Indonesia Mining Association (IMA) Martiono Hadianto mengatakan, saat ini baru terdapat 125 perusahaan tambang yang memiliki laporan keuangan jelas. Padahal total perusahaan pemegang IUP dan Kontrak Pertambangan KP mencapai 10.600 perusahaan.
"Umumnya 125 perusahaan itu ialah perusahaan yang berproduksi. Sedangkan lainnya, ada yang tak bayar pajak, royalti hingga menyetor NPWP bodong," kata Martiono beberapa waktu lalu.