Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berencana menaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10,2 persen pada 2015, menyusul tidak tercapainya target penerimaan APBN Perubahan 2014.
Susiwijoyo Mugiharso, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabenan dan Cukai, menjelaskan sampai dengan Agustus penerimaan kepabeanan dan cukai baru sebesar Rp 106,9 triliun atau 61,5 persen dari target Rp 173,7 triliun di APBNP 2014. Dengan kondisi ekonomi saat ini, kemungkinan target tersebut tidak tercapai.
"Memang berat sekali," ujarnya kepada CNN Indonesia, Jumat (19/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susiwijoyo menganggap setoran cukai paling mengkhawatirkan karena selama ini menjadi penyumbang terbesar. Selama Januari-Agustus 2014, penerimaan negara dari cukai sebesar Rp 63,7 triliun atau 63,2 persen dari target Rp 119,7 triliun.
"Target ini terlalu tinggi, sementara kita tidak boleh menaikan tarif cukai rokok," katanya.
Karenanya, Susiwijoyo mengatakan pihaknya sedang berunding dengan Badan Kebijakan Fiskal dan para pelaku industri rokok untuk menaikan tarif cukai pada tahun depan. Hal itu penting mengingat cukai rokok menjadi penyumbang terbesar penerimaan kepabeanan dan cukai.
"Untuk tahun depan saya ngotot tarif cukai rokok naik minimal 10 persen. Kalau saya maunya 10,2 persen," kata Susiwojoyo mengungkapkan.
Apabila hal ini tidak dilakukan, Susiwijoyo khawatir realisasi penerimaan negara akan kembali meleset dari target. Biasanya, setiap awal Oktober terbit Peraturan Menteri Keuangan tentang cukai hasil tembakau untuk pemberlakuan per Januari tahun berikutnya.
Derajat Kusumanegara, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) keberatan dengan rencana sepihak Kemenkeu itu. Menurutnya,kenaikan cukai tinggi akan memukul petani dan tenaga kerja industri hasil tembakau.
"Kalau mau naik moderat, sesuai inflasi," katanya menegaskan. Menurut Derajat, selama ini pelaku industri tembakau terkena pajak berlapis, mulai dari cukai, pajak rokok daerah dan pajak pertambahan nilai.