Ekspor CPO ke China Turun 70 Persen Pada Agustus 2014

CNN Indonesia
Senin, 22 Sep 2014 11:12 WIB
Pemerintah China memberlakukan standar residu pestisida dan melarang produk CPO yang belum memenuhi ketentuan diserap pasar mereka.
Harga CPO menyentuh harga terendah dalam lima tahun terakhir. (Foto: Jhoni Hutapea/detikFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengeluhkan anjloknya ekspor crude palm oil (CPO) yang terjadi sepanjang tahun ini. Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI mengatakan ekspor CPO ke China sebagai negara pembeli terbesar turun 70 persen menjadi 81 ribu ton pada Agustus 2014 dibandingkan 138 ribu ton pada bulan sebelumnya.

Menurut Fadhil anjloknya permintaan CPO dari China karena pemerintahnya mulai memberlakukan standar residu pestisida yang belum bisa dipenuhi oleh perusahaan sawit Indonesia. "Regulasi baru ini mencakup 387 pestisida termasuk untuk produk minyak makan. Adanya aturan baru ini membuat eksportir minyak sawit harus melakukan penyesuaian demi memenuhi persyaratan sebelum bisa melakukan ekspor lagi ke China," ujar Fadhil dalam siaran pers, Senin (22/9).

Namun penurunan ekspor CPO bukan hanya terjadi dari China tetapi juga dari negara-negara Afrika sebesar 89 persen, Bangladesh 51 persen dan Uni Eropa 24 persen. "Kenaikan ekspor hanya terjadi dari India dan Pakistan. India naik 17 persen dari 407,8 ribu ton pada Juli menjadi 409,2 ribu ton di Agustus. Sementara Pakistan naik 29 persen dari 137,7 ribu ton menjadi 194,4 ribu ton pada Agustus," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara keseluruhan volume ekspor CPO dan turunannya pada Agustus 2014 mengalami penurunan 7 persen menjadi 1,72 juta ton dibandingkan 1,84 juta ton pada Juli 2014. Secara year on year volume ekspor CPO dan turunannya mengalami penurunan sekitar 2 persen menjadi 13,37 juta ton sampai Agustus 2014 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 13,69 juta ton.

GAPKI menganalisis penurunan permintaan itu karena pertumbuhan ekonomi di negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu China dan India yang melambat sehingga daya beli melemah. Beberapa regulasi baru dari negara tersebut juga memiliki andil menurunkan jumlah ekspor yang diikuti turunnya nilai mata uang di beberapa negara terhadap dolar Amerika Serikat.

"Penyebab lainnya pasokan minyak nabati lain seperti kedelai dan rapeseed meningkat sehingga CPO hanya dijadikan sebagai minyak substitusi," kata Fadhil.

Harga rata-rata CPO di Rotterdam pada Agustus 2014 adalah US$ 753 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun sekitar 10,7% dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Juli US$ 843,3 per metrik ton. September ini harga CPO terus terpuruk dan pada dua pekan pertama hanya bergerak di kisaran US$ 680 sampai US$ 710 per metrik ton.

"GAPKI memperkirakan harga CPO hingga akhir September akan bergerak di kisaran US$ 700 sampai US$ 750 per metrik ton. Dengan melihat tren penurunan sepanjang akhir Agustus hingga dua pekan pertama September, GAPKI memperkirakan harga referensi CPO akan berada di bawah US$ 750 sehingga Bea Keluar untuk September akan turun menjadi 0%," kata Fadhil.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER