Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan meminta manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menjelaskan keputusan perseroan memisahkan kembali biaya layanan penumpang atau
passenger service charge (PSC) ke dalam harga tiket mulai 1 Oktober 2014. Padahal sebelumnya Garuda melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah meminta Kementerian Perhubungan untuk mewajibkan seluruh maskapai menyatukan PSC dengan harga tiket.
Djoko Murdjatmodjo, Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan mengatakan surat permintaan klarifikasi dari Garuda akan dikirim hari ini.
"Garuda itu waktu menggabungkan PSC dengan tiket tidak lapor ke regulator. Tiba-tiba sekarang mau pisahkan lagi dan tidak lapor lagi," ujar Djoko ketika dihubungi, Jumat (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Djoko, instansinya telah menerbitkan Surat Kepurusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 447 tahun 2014 yang mewajibkan seluruh maskapai menyatukan pembayaran PSC dengan harga tiket. "Memang penerapan aturan tersebut tidak mudah bagi semua maskapai dan butuh waktu yang tidak sebentar karena harus menyesuaikan sistem di Angkasa Pura dan bank," jelasnya.
Djoko menjelaskan antara maskapai, Angkasa Pura sebagai pengelola bandara, dan bank mitra harus membuat kesepakatan berapa lama uang PSC itu mengendap di bank sebelum diteruskan ke Angkasa Pura. "Lalu kalau ada hitung-hitungan yang tidak cocok, siapa yang bertanggung jawab, mekanismenya seperti apa, semua harus dibicarakan lagi," kata Djoko.
Sebelumnya Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan enggan berkomentar banyak terkait pemisahan kembali PSC dari harga tiket yang akan dilakukan Garuda awal Oktober 2014. "Terserah. Tanyakan saja hal itu ke Garuda atau Menteri BUMN," kata Mangindaan.
Sementara Menteri BUMN Dahlan Iskan sendiri masih bersikukuh Garuda merupakan korban dari lemahnya peraturan yang diterapkan Kementerian Perhubungan dalam hal PSC karena penyatuan PSC ke dalam harga tiket tidak diwajibkan sejak lama.
"Baru sekarang ada kewajiban penyatuan PSC dengan tiket, sementara Garuda sudah sejak 2012 melakukan itu untuk mempermudah penumpang. Tapi tetap saja tidak ada ketegasan dari Kementerian Perhubungan, karena tidak menyebutkan sanksi bagi maskapai yang tidak melakukan penyatuan itu," kata Dahlan.