Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta berani membatasi kepemilikan lembaga keuangan dan bank oleh investor asing maupun konglomerasi maksimal satu entitas. Hal ini perlu diatur untuk menghindari terjadinya penyimpangan keuangan yang bisa berdampak sistemik terhadap perekonomian.
“OJK harus membatasi konglomerasi bank. Kalau bisa satu grup hanya boleh menguasai satu entitas,” ujar Muhamad Gunawan Yasni, Anggota Dewan Ekonomi Syariah, Jumat (26/9).
Menurut Gunawan OJK perlu mengatur dominasi pemilik modal di industri keuangan seperti yang telah dilakukan Bank Indonesia sejak lama. “Seperti dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), perbankan butuh modal besar dan ini ruang bagi asing atau korporasi masuk menguasainya,” kata Gunawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menegaskan, jangan sampai pasar bebas menjadi bumerang bagi industri keuangan maupun ekonomi nasional secara luas. Untuk itu tidak boleh ada grup korporasi atau pemodal besar yang namanya tertera di beberapa bank sebagai pemilik saham.
“Jangan sampai para investor itu hanya mau terima uang tetapi ketika ada masalah di perusahaannya, lantas bingung dan lepas tanggung jawab karena dana pihak ketiga (DPK) dijamin Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS),” ketusnya.
Fauzi Ikhsan, Ekonom Senior Standard Chartered Bank menilai rencana OJK membatasi konglomerasi perbankan sebagai suatu hal yang wajar. Kebijakan semacam ini sebenarnya sudah ada dalam aturan Bank Indonesia mengenai
legal lending limit.
“Lalu juga sudah ada aturan mengenai
single presence policy yang mewajibkan kepemilikan lebih dari satu bank dengan penguasaan lebih dari 25 persen wajib melepas salah satunya atau melakukan merger,” jelasnya.
Namun, Fauzi mengakui bahwa pelaksanaan dari regulasi-regulasi tersebut selama ini belum optimal. Karena OJK selaku pemegang kuasa supervisi lembaga keuangan menjalankan aturan-aturan yang telah dirintis Bank Indonesia. “Kita lihat saja nanti bagaimana detilnya kebijakan OJK itu nanti,” tandasnya.