Jakarta, CNN Indonesia -- Citra sebuah merek di mata masyarakat (
brand image) memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup perusahaan taksi di Indonesia. Hotma Simanjuntak, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mengatakan taksi yang tidak memiliki citra baik di masyarakat sudah pasti akan kalah bersaing dan bangkrut akibat ditinggalkan penumpang.
"Bisnis taksi ini sangat erat kaitannya dengan
brand image dan kredibilitas yang baik di masyarakat.
Brand image yang baik, muncul dari pelayanan terbaik yang diberikan oleh para pengemudi taksi tersebut. Kalau sudah merasa nyaman dan aman naik satu merek taksi, pasti seorang penumpang tidak mau naik taksi lainnya," kata Hotma, Senin (6/10).
Selain faktor pelayanan, Hotma juga menyoroti jumlah taksi yang beredar di jalan raya turut berpengaruh kepada peningkatan citra tersebut. Semakin mudah masyarakat menemukan suatu merek taksi, maka otomatis taksi tersebut menjadi pilihan utama. "Bagaimana mau bersaing kalau di jalanan saja tidak ditemukan, sementara masyarakat yang naik taksi itu pasti mengejar waktu selain mencari kenyamanan dan keamanan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas dasar itulah, Hotma menyarankan agar perusahaan baru yang mau terjun ke bisnis taksi untuk tidak tanggung-tanggung menggelontorkan modal. Menurutnya banyak perusahaan taksi baru yang pada akhirnya tutup karena jumlah armada yang dioperasikan sangat sedikit dan sulit ditemui. "Dalam bisnis taksi, perusahaan-perusahaan besar sudah punya pangsa pasarnya sendiri. Contohnya Blue Bird meskipun sebagian bilang tarifnya mahal tetapi ada juga yang mengutamakan faktor pelayanan sehingga tetap memilih menggunakannya. Atau ada yang lebih memilih Express karena tarifnya lebih murah, jadi perusahaan baru harus memperhatikan hal ini untuk
survive," kata Hotma.
Wewenang Daerah dan Kepemilikan AsingMenurut Hotma banyaknya perusahaan taksi yang bangkrut dan berhenti beroperasi akibat mekanisme pasar dalam industri tersebut. Kementerian Perhubungan telah lama mendelegasikan wewenang penerbitan izin taksi ke Dinas Perhubungan di masing-masing daerah. Sehingga jika suatu perusahaan taksi melakukan ekspansi ke daerah lain, izinnya diterbitkan oleh Dinas Perhubungan setelah dilakukan evaluasi kebutuhan pasar.
"Blue Bird itu ketika mau beroperasi di Denpasar dan kota-kota lain, banyak perusahaan lokal yang protes karena merasa terancam. Tetapi karena masyarakat melihat taksi mereka bagus dan pelayanannya baik, mau tidak mau perusahaan lokal harus memperbaiki diri agar tidak ditinggalkan. Hal seperti ini bagus untuk meningkatkan pelayanan perusahaan taksi," katanya.
Terkait semakin banyaknya perusahaan taksi yang melantai di bursa dengan melakukan penawaran umum saham perdana (
initial public offering/IPO), pemerintah, kata dia, mendukung hal tersebut. Sebab dengan menjadi perusahaan publik, pengawasan masyarakat atas kinerja taksi yang dioperasikan perusahaan tersebut akan semakin baik. "Namun kami sedang usulkan dalam daftar negatif investasi, agar kepemilikan mayoritas di industri taksi harus tetap dikuasai oleh pemegang saham dalam negeri. Karena ini sektor transportasi publik dan Indonesia belum pernah punya perjanjian bilateral dengan negara lain terkait industri taksi jelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean," kata Hotma.