Jakarta, CNN Indonesia -- Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menilai tingkat kegagalan pemerintah dalam menjalankan proyek infrastruktur tergolong tinggi. Contohnya, dari lima proyek prasarana yang ditawarkan ke swasta dengan skema
public private patnership (PPP) hanya satu yang jalan.
“Cukup banyak yang gagal dan saya bisa katakan bahwa proyek PPP hanya sedikit yang berhasil karena dari lima showcase hanya satu yang jalan,” ujar Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto di Jakarta, Selasa (7/10).
Berdasarkan catatan CNN Indonesia sebanyak lima proyek unggulan telah ditawarkan pemerintah ke swasta melalui skema PPP pada 2013. Kelima proyek tersebut antara lain:
- Pelabuhan Tanah Ampo di Karangasem, Bali senilai US$ 30 juta
- Pembangunan jalur rel kereta api Bandara Soekarno-Hatta ke Manggarai senilai US$735 juta
- Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dengan kapasitas 2x1000 megawatt di Jawa tengah senilai US$ 3 miliar
- Jalur tol Medan menuju Kualanamu senilai US$ 475 juta
- Proyek air minum di Umbulan Jawa Timur dengan memanfaatkan 1000 mata air senilai US$ 200 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai saat ini baru proyek jalan tol Medan-Kualanamu yang sudah masuk tahap groundbreaking atau peletakan batu pertama.
Menurut Kuntoro, kegagalan proyek-proyek ambisius tersebut karena cara kerja pemerintah dalam menyusun kesiapan proyek tidak disesuaikan dengan kebutuhan PPP. Kendala klasik lain yang juga menghantui eksekusi PPP antara lain kendala lahan, koordinasi yang buruk antara pemerintah pusat dan daerah, campur tangan DPRD, serta tumpang tindih aturan.
Hendri Saparini, Direktur Economic Industry and Trade (Econit) menilai gagalnya pelaksanaan PPP karena tidak ada prioritas pembangunan ekonomi yang jelas dari pemerintah. Selain itu, banyaknya kebijakan yang tidak singkron membuat bingung investor selaku eksekutor proyek. “Seharusnya PPP itu ditawarkan mengikuti prioritas pembangunan. Jangan fokus pada ketahanan pangan, justru yang ditawarkan proyek-proyek yang memudahkan impor pangan,” ketusnya.
Dia menilai dalam 10 tahun terakhir, eksekusi berbagai proyek yang diinisiasi oleh pemerintah berjalan lambat sekali. Sementara swasta menunggu langkah yang diambil pemerintah untuk memulai bisnisnya.
Butuh Rp 6.000 TriliunKuntoro Mangkusubroto mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen, dibutuhkan investasi sekitar Rp 6.000 triliun di bidang infrastruktur untuk lima tahun ke depan. Untuk itu, separuh beban anggaran infrastruktur tersebut harus dialihkan ke swasta melalui sekema kemitraan.
“Jadi untuk mendapatkan Rp 3.000 triliun itu, maka harus diperbaiki cara pemerintah mengelola PPP, karena banyak persoalan di sana,” tegasnya.
Himawan Hariyoga, Deputi Kepala BKPM Bidang Promosi dan Penanaman Modal menjelaskan, setelah masa transisi pemerintahan lama ke pemerintahan baru berakhir, kepastian proyek-proyek infrastruktur akan semakin jelas. Sejumlah proyek yang terbengkalai diharapkan sudah bisa jalan sehingga menambah kepercayaan diri para investor. “Infrastruktur jadi prioritas pada 2015 karena tema pembangunan tahun depan adalah investasi yang berkualitas,” ujarnya.
Selain itu, proyek infrastruktur yang akan dipasarkan ke calon investor adalah proyek energi terbarukan dan industri pengolahan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Juni 2014 merilis 34 proyek infrastruktur yang terhambat pelaksanaannya. Salah satunya adalah proyek pembangunan kawasan pesisir Ibukota negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), dengan estimasi nilai investasi sekitar RP 500 triliun.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menuturkan akan melibatkan swasta dalam pelaksanaan proyek NCICD atau yang dikenal dengan giant sea wall. Artinya, sebagian kebutuhan investasi akan mengandalkan investasi swasta dan sisanya menggunakan APBN dan APBD DKI Jakarta. “Itu sudah dibagi per kilometer. Kita danai berapa kilometer, terus ada APBN dan ada 17 pengembang,” ujarnya.