Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI Rate sebesar 7,5 persen dalam rapat dewan gubernur periode Oktober 2014.
Keputusan bank sentral mempertahankan suku bunga selama hampir satu tahun ini karena masih mempertimbangkan kondisi nilai tukar rupiah yang cenderung melemah. Keputusan itu sesuai dengan prediksi 28 ekonom yang disurvey
Bloomberg. BI juga mempertahankan suku bunga Fasilitas Bank Indonesia di posisi 5,75 persen.
BI masih dihadapkan dengan defisit neraca berjalan yang membuat nilai tukar rupiah terus melemah. Namun, hari ini nilai tukar rupiah naik 0,1 persen ke posisi Rp 12.203 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg, sedangkan nilai tukar yang diperdagangan bank-bank dalam negeri turun 4 persen terhadap dolar AS dalam sebulan terakhir. Investor asing juga menjual sahamnya sekitar Rp 4 triliun dalam sepekan terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ekonom Bahana Sekuritas Budi Hikmat, Bank Indonesia masih harus mempertahankan BI rate hingga akhir tahun sebesar 7,5 persen. Kendati pemerintahan Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak, inflasi diperkirakan hanya mencapai 7,5 persen. "Menetapkan BI rate ini bukan lagi soal inflasi tapi konsen terhadap neraca perdagangan yang masih defisit," kata Budi di Jakarta, Selasa (7/10).
Dampak kenaikan BBM diperkirakan hanya terjadi selama tiga bulan. Sehingga inflasi tahun depan masih lebih rendah sekitar 5,5 persen. Budi menganggap langkah BI untuk mempertahankan BI rate sudah tepat saat ini, namun jika Jokowi menaikkan harga BBM dan impor minyak berkurang maka sejatinya BI rate bisa diturunkan dari posisi saat ini.
Dengan turunnya BI rate ke depan, diharapkan bank-bank mau menurunkan bunga kredit sehingga pelaku usaha bisa mendapatkan pendanaan yang lebih murah.