Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla harus bisa merebut peluang relokasi industri dari Tiongkok untuk menciptakan 21 juta lapangan kerja baru. Indonesia diyakini bisa meraih pertumbuhan ekonomi sedikitnya 10 persen jika mampu merebut peluang investasi tersebut.
Gustav Papanek, Profesor bidang Ekonomi Universitas Boston, mengatakan pemerintah mendatang berpeluang meraih pertumbuhan ekonomi dua digit atau di atas 10 persen. Hal itu bisa dicapai jika pemerintah lebih berani dalam membuat kebijakan ekonomi sehingga mampu merebut pasar manufakur Tiongkok yang sedang turun. "Jika pemerintah mengambil kebijakan yang berani, Indonesia bisa tumbuh 10 persen per tahun dan menciptakan 21 juta lapangan kerja," ujarnya.
Papanek menjelaskan Tiongkok saat ini sedang menghadapi permasalahan mahalnya upah buruh dan deindustrialisasi. Akibatnya, banyak pelaku manufaktur yang akan mengalihkan pabriknya ke luar dari negara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia berpeluang untuk menerima pindahan tersebut karena memiliki sumber daya yang paling mendukung dibanding negara lain di Asia," katanya.
Dia menambahkan jika peluang ini bisa direbut oleh Indonesia, maka penciptaan lapangan kerja baru akan ikut mengurangi kemiskinan. Berdasarkan data Bank Dunia, penduduk miskin di Indonesia mencapai 40 persen dari total jumlah penduduk.
Nugroho Wienarto, Direktur Eksekutif Transformasi, menuturkan di bidang ekonomi pemerintah baru dihadapkan pada permasalahan pembengkakan jumlah angkatan baru, keterbatasan ruang fiskal, serta kemiskinan. Untuk itu, perlu strategi kebijakan ekonomi yang tepat dan fokus, terutama untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja baru.
"Publik punya ekspektasi yang sangat tinggi dalam hal ini (penciptaan lapangan kerja) kepada mereka," ujarnya di Jakarta, Kamis (9/10).
Penasehat Senior Transformasi bidang Kajian Ekonomi Jonathan Pincus mengatakan, penciptaan lapangan kerja merupakan hal terpenting yang harus dilakukan dalam kurun waktu lima sampai 10 tahun ke depan. Hal ini untuk mengantisipasi penciptaan angkatan kerja baru yang rata-rata per tahun sebanyak 2 juta jiwa. Apabila Jokowi-JK gagal mengatasi masalah itu akan sangat berbahaya bagi perekonomian ke depan. "Dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 5-6 persen, hanya 800 ribu angkatan kerja baru yang terserap dan sisanya 1,2 juta orang menganggur," katanya.
Menurut Jonathan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih banyak ditopang oleh lonjakan harga komoditas di pasar global, terutama harga mineral tambang. Sementara itu, di sektor manufaktur yang padat karya justru tak pernah tumbuh sejak 1995 dan tertinggal dibandingkan dengan Tiongkok, Vietnam, India, Thailand dan Bangladesh. "Selama Pemerintahan SBY nyaris tak ada gebrakan kebijakan ekonomi yang dapat memacu pertumbuhan," ujar dia.