Jakarta, CNN Indonesia -- Larangan impor batubara oleh pemerintah Tiongkok per Januari 2015 diyakini menurunkan jumlah ekspor batubara Indonesia. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memperkirakan, ekspor batubara Indonesia ke negeri Tirai Bambu akan menurun 10 persen sampai 15 persen tahun depan.
"Soalnya mereka sedang fokus ke pemanfaatan energi gas dan nuklir," ujar Direktur Eksekutif APBI, Supriatna Suhala, kepada CNN Indonesia, Rabu (15/10).
Pada 1 Januari mendatang pemerintah Tiongkok menerapkan aturan yang melarang batubara berkadar ash 40 persen atau lebih, dan sulfur di atas tiga persen masuk ke negara Tirai Bambu itu. Ini lantaran limbah batubara memunculkan sejumlah permasalahan seperti polusi dan rusaknya lingkungan. Adapun aturan ini juga dimaksudkan untuk mendukung program sumber energi baru seperti gas dan nuklir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan tersebut bakal berdampak pada ekspor batubara low rank coal Indonesia yang diketahui masuk ke dalam kategori yang dilarang. "Kalau ekspor tahun ini diperkirakan 120 juta ton, mungkin tahun depan hanya mencapai 102 juta ton sampai 105 juta ton. Kita harus cari pasar baru," kata Supriatna.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Tjahjono mengatakan, larangan impor batubara oleh pemerintah Tiongkok diyakini akan kembali menekan harga batubara dunia dan Indonesia atau Harga Batubara Acuan (HBA). Tahun depan, Bambang bilang, HBA diprediksi masih berada di kisaran US$ 60 per ton hingga US$ 70 per ton.
"Karena pasokan banyak, harga batubara juga masih akan jelek. Makanya program pembatasan ekspor (ET) yang diberlakukan sejalan dengan ini," katanya.
Hingga kuartal III kemarin, ekspor batubara Indonesia ke Tiongkok diketahui mencapai 97 juta ton dari total ekspor batubara mencapai 234,76 juta ton. Sementara domestik hanya mendapat 75,19 juta ton yang dipakai untuk bahan baku pembangkit. "Nah, hal ini harusnya dimanfaatkan untuk pelaku usaha di sektor pembangkit," kata Bambang.