PENGEMBANGAN HALIM

Lion Tidak Pernah Dapat Izin Rombak Bandara

CNN Indonesia
Kamis, 16 Okt 2014 12:19 WIB
Lion Group hanya membuat perjanjian kerjasama pengelolaan bandara, bukan melakukan pemugaran Bandara Halim Perdanakusuma.
Direktur Umum Lion Air Edward Sirait dan Direktur Utama Adhi Karya Kiswodarmawan saat memaparkan rencana pengembangan Bandara Halim Perdanakusuma. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim memastikan tidak pernah ada perjanjian kerjasama yang dibuat pada 2005 antara Induk Koperasi TNI ANU (INKOPAU) dengan Lion Group untuk mengembangkan bandara Halim Perdanakusuma. Chappy menjabat sebagai KSAU pada 2002 sampai 2005 sehingga mengetahui seluruh perjanjian yang dibuat ketika itu.

"Sampai detik ini tidak pernah ada itu kesepakatan kerjasama untuk mengizinkan perusahaan manapun merombak Halim Perdanakusuma," ujar Chappy kepada CNN Indonesia, Kamis (16/10).

Menurut Chappy, pada 2005 INKOPAU memang membuat kerjasama dengan Lion Group untuk mengelola Halim beserta fasilitas pendukungnya. Penelusuran yang dilakukan CNN Indonesia, perjanjian kerjasama tersebut dibuat INKOPAU pada 24 Februari 2005 dengan PT Wings Abadi (salah satu anak perusahaan Lion Group yang mengoperasikan Wings Air) dan tertuang dalam surat Sperjan/10-09/03/01/Inkopau Nomor: 003/JT-WON/PKS/II/2005.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi bukan berarti Lion berhak untuk membongkar bandara yang sudah ada seperti yang disampaikan di media massa. Kalau sampai ada buldozer turun, saya akan teriak," tegas Chappy.

Dia berpendapat Mahkamah Agung yang memutuskan PT Angkasa Pura II (Persero) harus angkat kaki sebagai operator Halim tidak memahami duduk perkara yang sesungguhnya. Menurut Chappy, siapapun bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Namun sayangnya, majelis hakim Mahkamah Agung tidak memahami bahwa wewenang untuk menyerahkan penglolaan bandara tidak hanya berada ditangan INKOPAU.

"Siapa yang berhak mengelola dan mengembangkan aset negara itu bukan hanya berdasarkan kesepakatan antara INKOPAU dengan Lion saja. Aset negara dikuasai Kementerian Keuangan, urusan penerbangan sipil di urus Kementerian Perhubungan, penerbangan sipil oleh Kementerian Pertahanan, penggunaan tanah ke Badan Pertanahan Negara, dan sebagainya," kata Chappy.

Sebelumnya Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengaku instansinya belum pernah memberikan izin kepada Lion Group untuk mengelola Halim. Karena belum menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2005 lalu, Chatib mengaku harus memeriksa hal tersebut kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mengurusi semua aset negara termasuk Halim dan mendapatkan kepastian izin tersebut tidak pernah ada.

"Intinya Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara belum pernah menerbitkan izin itu," ujar Chatib.

Hal tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Direktur Kebandarudaraan Kementerian Perhubungan Ignatius Bambang Tjahjono yang yakin bahwa Lion Group telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan. Bambang juga menyebutkan, ketika tahun lalu Kementerian Perhubungan mengundang maskapai penerbangan untuk terbang dari Halim, itu sesuai dengan permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

Sayangnya, Dahlan tidak mau berkomentar banyak terkait sengketa pengelolaan Halim yang terjadi antara Angkasa Pura II dengan Lion Group dan INKOPAU tersebut. "Halim itu bandara TNI AU bukan milik Angkasa Pura, sepenuhnya angkatan udara untuk memutuskan apapun. Saya tidak akan membicarakan apapun," kata Dahlan singkat.

Sebelumnya Lion Group mengumumkan telah menyiapkan dana sebesar Rp 5 triliun untuk pengembangan Halim seluas 21 hektar sehingga mampu menampung pergerakan penumpang 11,5 juta per tahun. Lion menunjuk PT Adhi Karya Tbk (ADHI) sebagai kontraktor pembangunan tersebut.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER