Produsen besi dan baja nasional menunggu gebrakan kebijakan pemerintahan Joko Widodo- dan Jusuf Kalla yang pro terhadap pengembangan industri dalam negeri. Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) berharap pemerintahan baru melindungi industri nasional dengan memberlakukan tarif bea masuk yang lebih tinggi untuk menghambat impor besi dan baja.
Ketua IISIA Irvan Kamal Hakim menuturkan tarif bea masuk produk besi dan baja di Indonesia saat ini paling rendah dibandingkan dengan tarif yang dikenakan negara lain di kawasan Asean. Sehingga, produk-produk yang dihasilkan oleh negara-negara tetangga dengan mudah masuk ke Indonesia dan sebaliknya produk nasional sulit untuk menembus pasar regional maupun global. “Jadi tantangannya itu ada di sektor kebijakan fiskal yang kalau tidak segera dibenahi justru kita kehilangan peluang untuk menarik investasi,” ujarIrvan di Jakarta, Jumat (17/10).
Hampir tidak adanya hambatan tarif, kata Irvan, akan membuat investor asing memilih bangun pabrik di luar negeri sedangkan Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar. “Barrier itu biasa di negara yang sedang tumbuh dan berkembang,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berharap pemerintahan mendatang melakukan kombinasi kebijakan. Pertama, memperbaiki infrastruktur pendukung manufaktur seperti pelabuhan, angkutan logistik, dan kepastian pasokan dan harga energi. “Kami sudah sempat menyampaikannya ke JK dan berdiskusi secara informal dan dia sangat memahami itu,” jelasnya.
Peluang Tumbuh
Irvan Hakim mengatakan kinerja industri baja pada paruh pertama 2014 berjalan biasa dan memasuki kuartal III justru mengalami kontraksi karena sentimen global dan politik nasional. Perseteruan antara koalisi pro Jokowi dan pro Prabowo Subianto, ditambah anjloknya nilai tukar rupiah menjadi faktor yang mengurangi permintaan dan menghambat produksi.
“Namun permintaan masih tumbuh, kami perkirakan 5-8 persen dari tahun lalu 13 juta ton,” katanya.
Untuk tahun depan, Irvan optimistis permintaan besi dan baja nasional masih akan tumbuh. Formula estimasi pertumbuhannya adalah 1,4 persen dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi. “Jadi kalau ekonomi tumbuh 5 persen, dikali 1,4, kira-kira tumbuh 7 persen. Sedangkan kalau tumbuh ekonominya 6 persen, berarti pertumbuhan industrinya bisa 8,4 persen,” ujarnya menegaskan.