TANTANGAN KABINET JOKOWI

Chatib Basri Bicara Tugas Utama Penggantinya

CNN Indonesia
Rabu, 22 Okt 2014 12:45 WIB
Menteri Keuangan baru harus bisa mengamankan APBN 2015 dengan mengurangi subsidi BBM serta meningkatkan penerimaan pajak dan cukai.
Menteri Keuangan demisioner Chatib Basri. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Muhammad Chatib Basri, Menteri Keuangan demisioner membeberkan sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pejabat yang akan menggantikannya nanti. Tugas utama Menteri Keuangan baru menurutnya adalah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk mengamankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pertama, naikan harga BBM bersubsidi. Kemudian lanjutkan reformasi birokrasi yang belum selesai terutama di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kedua instansi ini harus diperkuat secara struktural guna mengoptimalkan tugas dan fungsinya sebagai pengumpul penerimaan negara," ujar Chatib kepada CNN Indonesia, Rabu (22/10).

Menurut Chatib, jika Menteri Keuangan bisa menyelesaikan tiga pekerjaan itu saja maka penerimaan negara dalam dompet APBN bisa diamankan secara signifikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diberitakan media, nama Chatib Basri bersama sejumlah tokoh ekonomi lain disebut bakal bersaing menduduki posisi strategis di kabinet pemerintahan Jokowi. Sejumlah kandidat menteri ekonomi yang diisukan antara lain Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution. 

Tantangan Perekonomian

Diluar pekerjaan rumah utama Menteri Keuangan, Chatib berpendapat Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan menghadapi tantangan ekonomi yang tak mudah tahun depan.  Salah satunya adalah risiko larinya modal keluar negeri (capital out flow) menjadi ancaman di depan mata yang harus diantisipasi.

"Paling berat itu dampak dari normalisasi suku bunga oleh The Fed berupa capital out flow," kata Chatib.

Menurutnya, gejala awal pelarian modal sudah dapat terlihat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang kecenderungannya melemah di atas Rp 12 ribu. Padahal mitigasi awal sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya dengan mengurangi defisit dalam APBN 2015.

"Defisitnya kita kurangi sebesar Rp 27 triliun dari kebutuhan penerbitan surat berharga negara," jelasnya.

Selain itu pemerintah dan Bank Indonesia juga telah menyiapkan upaya mitigasi lain melalui skema Bond Stabilization Framework (BSF). BSF merupakan kerangka kerja jangka pendek dan menengah untuk mengantisipasi dampak krisis di pasar domestik obligasi negara.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang mencatat pada hari pelantikan Presiden Joko Widodo, Senin (20/10), posisi kepemilikan SBN oleh investor asing sebesar Rp 444,45 triliun atau 37,23 persen dari total obligasi. Jumlah tersebut mengalami penurunan Rp 3,12 triliun dibandingkan dengan posisi per 30 September 2014.

Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute,  mengatakan normalisasi suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat menunjukan pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam tanpa bantuan kebijakan moneter. Sementara dampaknya terhadap arus modal masuk dan keluar di Indonesia sangat tergantung dari prospek pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kalau ekonomi dijaga benar bisa tumbuh 6,5 persen plus inflasi maka pertumbuhan ekonomi nominalnya bisa sekitar 12 -15 persen," katanya.

Dengan estimasi tersebut, Purbaya menilai keuntungan di pasar modal Indonesia akan lebih menjanjikan ketimbang di Amerika Serikat yang diperkirakan ekonominya hanya bisa tumbuh maksimal 3 persen. "Kalau saat ini modal keluar ya wajar karena ekonomi kita melambat," jelasnya.

Untuk memitigasi risiko pembalikan modal, Purbaya menyarankan agar Bank Indonesia mengubah paradigma kebijakan moneter yang saat ini sengaja memperlambat ekonomi. Sementara pemerintah mengimbanginya dengan menjalankan kebijakan fiskal secara optimal.

"Tapi itu tergantung Menteri Keuangannya nanti paham atau tidak kondisi pasar. Kalau bagus, modal asing akan balik lagi mungkin di kuartal IV 2015, tapi kalau tidak ya bablas terus," kata Purbaya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER