Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang Amerika Serikat untuk Indonesia kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus bioremediasi Chevron Pacific Indonesia (CPI). Menurut Managing Director American Chamber of Commerce in Indonesia (AmCham) Andrew White, Chevron telah menjalani prosedur yang benar didalam proyek normalisasi lahan tercemar akibat aktivitas pertambangan minyak dan gas atau dikenal dengan bioremediasi.
"Didalam persidangan tidak ada bukti yang menunjukan kesalahan tapi kenapa terdakwa harus dihukum lebih berat dua tahun? Putusan MA sangat mengecewakan," ujar Andrew dalam keterangan tertulis yang diperoleh CNN Indonesia, Kamis (23/10).
Kasus bioremediasi sebelumnya menyeret Chevron dan sejumlah kontraktor bioremediasi lantaran dituding menggelapkan dana atau korupsi pada saat pelaksanaan proyek. Selaku terdakwa, Bachtiar Abdul Fatah yang merupakan salah satu pegawai Chevron diganjar hukuman selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta dalam putusan kasasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pledoinya, terdakwa dan beberapa saksi kunci seperti Manajemen Chevron mengklaim telah melakukan prosedur yang sesuai didalam proyek bioremediasi. Meski begitu, MA tetap memutuskan Bachtiar bersalah karena terbukti melakukan manipulasi biaya sebesar US$ 221,2 juta yang dananya diambil dari dana cost recovery. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan perkiraan Jaksa yang sebelumnya menganggap bachtiar melakukan korupsi hingga US$ 270 juta.
Menyikapi hal itu, manajemen Chevron meyakini pegawainya tidak melakukan korupsi yang disinyalir merugikan negara. "Toh Kami sudah menanggung seluruh biaya bioremediasi dan tidak diganti oleh Pemerintah. Jadi tidak ada kerugian negara seperti yang dituduhkan dalam hal ini," kata Presiden Direktur CPI, Albert Simanjuntak.
Chevron dan AmCharm pun melihat kriminalisasi proyek bioremediasi akan menggangu iklim investasi sektor migas di Indonesia. "Kalaupun mau diselesaikan harus dengan cara hukum perdata sesuai dengan PSC (Production Sharing Contract). Kami yakin ini bukan kasus pidana," tambah Albert menutup.