Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun tren harga minyak mentah dunia turun, pemerintahan Joko Widodo disarankan tetap menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada November. Kebijakan ini tidak bisa dihindari mengingat ada selisih yang terlalu lebar antara kemampuan memproduksi minyak dengan tingkat konsumsi BBM.
"Tetap perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengurangi subsidi BBM karena pertimbangannya bukan hanya harga, tetapi juga
gap produksi dan konsumsi kita yang jauh," jelas Bambang Prijambodo, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional kepada CNN Indonesia, Jumat (24/10).
Menurut Bambang, penurunan harga minyak mentah di pasar dunia disebabkan turunnya permintaan akibat perlambatan ekonomi global. Kendati demikian, pemerintah Indonesia tidak bisa menghindar dari kenaikkan harga BBM bersubsidi mengingat defisit fiskal sudah berat menanggung beban yang timbul akibat tingkat produksi yang tidak bisa mengimbangi konsumsi. "Idealnya tetap naik dan pertengahan November itu waktu yang tepat karena perilaku harga kita relatif rendah pada bulan November," kata Bambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang kenaikkan harga BBM biasanya akan berdampak terhadap inflasi selama dua sampai tiga bulan pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Untuk meredam imbasnya, perlu disiapkan kompensasi bagi masyarakat kecil.
Fauzi Ichsan, Kepala Ekonom Standard Chartered mengatakan harga minyak mentah Brent saat ini diperdagangkan pada harga US$ 87 per barel, yang jika dikonversi ke satuan liter rata-rata berkisar Rp 9.000. Apabila dibandingkan dengan harga premium di Indonesia Rp 6.500 per liter, masih ada selisih yang cukup lebar yang perlu di subsidi pemerintah. "Kalau harga BBM dinaikkan Rp 3.000 menjadi Rp 9.500 tetap menggambarkan harga internasional, karena ada selisih biaya untuk transportasi dan logistik impor BBM,"jelasnya.
Meskipun tidak populis, Fauzi menilai kebijakan penaikkan harga BBM bersubsidi mendesak untuk dilakukan mengingat defisit APBN semakin lebar di kisaran 2,5 persen dari PDB. PT Pertamina (Persero) Tbk selaku penyedia BBM bersubsidi sendiri sudah memberikan sinyal bahwa konsumsi akan melampaui kuota 46 juta kilo liter. "Dampaknya mungkin inflasi akan naik ke 8-8,5 persen pada akhir tahun," kata Fauzi.
Sebelumnya, Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan penaikkan harga BBM subsidi sebesar Rp 3.000 per liter akan dapat menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 159 triliun. Terdiri dari Rp 24 triliun penghematan sampai akhir 2014, dan sebesar Rp 135 triliun sepanjang 2015. "Pemerintah tidak perlu lagi meminta persetujuan DPR kalau mau menaikkan harga BBM. Tetapi jangan terlalu banyak pembangunan infrastrukturnya, jadi kalau kurang pendanaan tidak harus berutang dari luar lagi," katanya.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) lebih rendah dari asumsi US$ 105,5 per barel sejak Juli. Rata-rata ICP pada Juli tercatat sebesar US$ 104,6 per barel dan menurun jadi US$ 99,51 per barel per Agustus.