Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia, Australia, dan Korea Selatan sebagai negara ekonomi kunci di kawasan tidak menghadiri peluncuran Bank infrastruktur Asia atau Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang disponsori Tiongkok pada Jumat (24/10).
AIIB yang memiliki dana awal sebesar US$ 50 miliar ini akan menyaingi World Bank dan Asian Development Bank. Kedua bank tersebut kini memiliki US$ 164 miliar dana yang banyak disokong oleh negara-negara barat, Lembaga pembiayaan infrastruktur ini dijadwalkan beroperasi pada 2015 dan rencananya akan dipimpin oleh mantan ketua China International Capital Corp Jin Liqun.
Peluncuran AIIB dihadiri oleh Menteri Keuangan Tiongkok Lou Jiwei beserta perwakilan-perwakilan dari 21 negara Asia lainnya termasuk India, Malaysia, dan Thailand yang bertujuan untuk memberikan pinjaman terhadap negara berkembang. Tiongkok menjadi pemegang saham mayoritas pada bank tersebut dengan menguasai 50 persen saham. Presiden Tiongkok Xi Jinping pertama kali membahas AIIB dalam kunjungannya ke Indonesia pada Oktober tahun lalu, namun Indonesia tak terlihat menghadiri acara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jepang sebagai pesaing Tiongkok di Asia yang menguasai ADB bersama Amerika Serikat juga tidak menghadiri peluncuran bank tersebut. Sementara Korea Selatan yang juga tak menghadiri peluncuran AIIB ini belum mengonfirmasi apakah negara tersebut akan berpartispasi atau tidak.
Sebelumnya Menteri Keuangan Korea Selatan Choi Kyung-Hwan mengatakan tidak ada alasan bagi Korea Selatan untuk tidak bergabung di lembaga keuangan ini. "Korea Selatan tidak menunda-nunda partisipasi, melainkan sedang bernegosiasi dengan Tiongkok mengingat banyak sekali hal-hal yang perlu diperhatikan seperti prinsip-prinsip pengelolaan dan operasional institusi", tambah Hwan seperti dikutip Reuters, Jumat (24/10).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Jen Psaki mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry menyambut gagasan bank infrastruktur baru untuk Asia itu. Tetapi mereka menginginkan institusi tersebut mengikuti standar internasional baik dari segi pengelolaan maupun transparansi.